Senin 07 Oct 2024 16:52 WIB

Derita dan Tangisan Bocah Palestina Setahun Agresi Zionis Israel

Zionis Israel harus dihentikan.

Warga Palestina berjalan diantara bangunan yang hancur akibat serangan udara dan darat Israel di Khan Younis, Jalur Gaza, Kamis, 12 September 2024. Data Pusat Satelit PBB (UNOSAT), operasi militer Israel di Jalur Gaza merusak atau menghancurkan hampir 66 persen dari total bangunan di wilayah itu dalam tempo setahun.
Foto: AP Photo/Abdel Kareem Hana
Warga Palestina berjalan diantara bangunan yang hancur akibat serangan udara dan darat Israel di Khan Younis, Jalur Gaza, Kamis, 12 September 2024. Data Pusat Satelit PBB (UNOSAT), operasi militer Israel di Jalur Gaza merusak atau menghancurkan hampir 66 persen dari total bangunan di wilayah itu dalam tempo setahun.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Agresi brutal Israel terhadap rakyat Palestina yang genap setahun hari ini masih menjadi salah satu isu terbesar di dunia lantaran sederet pelanggaran yang dilakukan rezim zionis terhadap Palestina.

Kecaman dan aksi protes dari seluruh dunia atas perbuatan Israel tidak menghentikan serangan oleh pasukan pendudukan, bahkan mereka terus melancarkan serangan dari berbagai arah terhadap wilayah-wilayah pendudukan Palestina.

Baca Juga

Gencatan senjata di Gaza yang sudah disepakati berkali-kali oleh pihak bertikai, juga tidak mampu menghentikan perang, yang malah merembet ke sejumlah negara lain seperti Iran dan Lebanon sehingga membuat situasi di kawasan semakin memanas.

Konflik Israel dan Kelompok perjuangan Palestina Hamas masih berlangsung tanpa adanya tanda-tanda perang akan reda dan itu artinya korban masih akan terus berjatuhan. Warga sipil dan anak-anak menjadi korban terbesar dalam perang Israel di wilayah Palestina.

Perlindungan anak dalam perang diatur dalam Konvensi Hak Anak (KHA) dan Protokol Opsional Konvensi Hak Anak mengenai Keterlibatan Anak dalam Konflik Bersenjata.

Konvensi Hak Anak diadopsi, ditandatangani, diratifikasi, dan diakses oleh resolusi Majelis Umum PBB pada 20 November 1989 dan mulai berlaku pada 2 September 1990. Konvensi tersebut menjamin hak anak di berbagai bidang, termasuk hak hidup, hak perlindungan, hak tumbuh kembang dan hak partisipasi.

Sementara itu, Protokol Opsional Konvensi Hak Anak mengenai Keterlibatan Anak dalam Konflik Bersenjata mengatur bahwa anak di bawah 18 tahun tidak boleh direkrut atau digunakan dalam permusuhan oleh kelompok bersenjata.

Pengamat Timur Tengah Muhammad Syaroni Rofii menilai bahwa apa yang terjadi saat ini di Gaza merupakan tragedi kemanusiaan Abad 21 karena Israel telah melanggar norma internasional serta dapat dibuktikan di Mahkamah Pidana Internasional (ICC) di Den Hag, Belanda.

Menurutnya, perempuan dan anak-anak di Gaza menjadi kelompok yang paling rentan dalam situasi konflik bersenjata. "Apalagi anak-anak Gaza tidak dilindungi oleh militer yang sepadan dengan kekuatan Israel", katanya.

Dia mengatakan dampak konflik Israel-Palestina akan terus tinggal di benak anak-anak hingga mereka dewasa. "Memori perang akan terus membayangi. Tidak bagus untuk perdamaian," ucapnya.

Syaroni menilai bahwa upaya penyelamatan anak-anak di Gaza oleh sebagian lembaga internasional, baik yang berada di bawah naungan PBB atau NGO lainnya, masih belum cukup karena sifat serangan yang massif dan sudah berlangsung selama tahun lebih.

 

Lihat halaman berikutnya >>>

 

 

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement