REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Ai Maryati Solihah menekankan penerapan pendekatan disiplin positif di institusi pendidikan, termasuk pesantren, dalam mendidik siswa atau santri agar kasus kekerasan terhadap peserta didik tidak terulang.
Ia menjelaskan pendekatan disiplin positif menekankan pembangunan kesadaran kepada siswa pada tahap awal proses pembelajaran, kemudian dilanjutkan oleh tahap pembinaan. Dengan begitu, pada akhirnya muncul kesadaran bersama mengenai konsekuensi atau risiko yang diterima dari suatu tindakan.
"Disiplin positif itu membangun kesadaran dari awal, terus dibina di tengah, dan di hilirnya ada konsekuensi yang disadari bersama. Saya kira pendekatan ini yang harus diutamakan dalam pendidikan kita," kata Ai saat ditemui di Kantor KPAI, Jakarta Pusat pada Senin.
Ai meminta agar pendekatan mendidik siswa menggunakan hukuman, terutama dalam bentuk kekerasan, tidak lagi diterapkan. Dirinya mendorong penerapan pengasuhan positif yang menitikberatkan pada pembentukan kesadaran tanggung jawab selama menjalani masa pendidikan di pesantren.
"Dia bertanggung jawab sejak masuk pesantren sampai dia berinteraksi dengan seluruh pihak terutama pihak-pihak tata kelola yaitu sumber daya di dalamnya ada ustad, ustadzah, pembimbing kamar, kakak kelas lalu lingkungan lainnya. Ini yang kita semua memastikan tata kelola ini bekerja dengan baik," ujarnya.
Pihaknya juga meminta agar proses pendidikan juga memperhatikan hak-hak siswa di antaranya perilaku non diskriminasi, hak tumbuh kembang, dan hak berpendapat yang dielaborasi dengan kearifan lokal dari lingkungan tempat mereka menimba ilmu.
Ai menyampaikan pernyataan tersebut sebagai tanggapan atas kasus dugaan tindak kekerasan yang dialami seorang santri di salah satu pondok pesantren di Aceh Barat.
Korban diduga disiram air cabai oleh istri pimpinan pondok pesantren tersebut. Berdasarkan pengakuannya, pelaku melakukan hal tersebut karena kesal korban kerap merokok di lingkungan pesantren dan sering melakukan pelanggaran.
Ai menjelaskan pihaknya telah berkoordinasi dengan Kementerian Agama dan organisasi masyarakat (ormas) islam yang menaungi pesantren untuk mewujudkan pengasuhan di lingkungan pesantren yang ramah anak.
"Itu sedang kami tindak lanjuti sehingga peristiwa-peristiwa seperti ini bukan hanya soal ranah hukum atau pelaporan di kepolisian, tetapi kita harus sama-sama membuat narasi sehat baik itu penyelenggara pondok, sumber daya di dalamnya, dan kemudian kepercayaan publik terhadap pondok pesantren tetap harus besar," ujarnya.*