Rabu 09 Oct 2024 15:56 WIB

Bahlil Kenang Era 90 an Saat Lifting Minyak Surplus, Indonesia Bisa Ekspor

Saat ini banyak sumur minyak sudah cukup lama dan tua.

Rep: Frederikus Bata/ Red: Gita Amanda
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia kembali menyinggung tentang kondisi lifting minyak Indonesia saat ini. (ilustrasi)
Foto: Republika/Prayogi
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia kembali menyinggung tentang kondisi lifting minyak Indonesia saat ini. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia kembali menyinggung tentang kondisi lifting minyak Indonesia saat ini. Isu tersebut terus digaungkan, pasalnya negara sampai melakukan impor demi memenuhi kebutuhan nasional.

Bahlil menerangkan, sekitar tahun 1996-1997, terjadi surplus. Saat itu lifting minyak Indonesia sekitar 1,6 juta barel per hari (BOPD). Sementara kebutuhannya, antara 600 ribu-700 ribu BOPD. 

Baca Juga

"Saat itu, 40 persen sampai 50 persen pendapatan negara bersumber dari oil dan gas, makanya kita masuk negara OPEC," kata tokoh yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Golkar ini, di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Rabu (9/10/2024).

Lalu terjadi perubahan aturan. Pertamina tidak lagi berada di bawah Presiden langsung, melainkan melalui Kementerian Badan Usaha Milik Negara. Kini Bahlil mendapati fakta lifting minyak Indonesia terus mengalami penurunan.

Menteri ESDM merincikan beberapa penyebabnya. Banyak sumur minyak sudah cukup lama dan tua. Ada juga persoalan regulasi, dan lain-lain. Kini, lifting minyak Indonesia, jelas dia, berada di angka 600 ribu BOPD pada 2023.

"Di 2024 kurang lebih begitu juga. Konsumsi kita sekitar 1,6 juta BOPD. Jadi terbalik 30 tahun lalu, antara lifting dan ekspor, berbalik dengan lifting dan impor di tahun 2023. Jadi kalau 1996-1997 kita ekspor 1 juta barel, di tahun 2023 kita impor 1 juta barel," ujar Bahlil.

Inilah fakta yang terjadi. Hampir di setiap pembahasan APBN, selalu berbicara tentang berapa lifting minyak Indonesia. Pada saat bersamaan, harga minyak dunia fluktuatif karena sejumlah faktor eksternal.

Pemerintahan Indonesia akan berganti. Dalam beberapa pekan ke depan, bakal muncul kabinet baru dipimpin oleh Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Salah satu gagasan besar Prabowo-Gibran adalah tentang kemandirian energi. 

Tentunya, persoalan turunnya lifting minyak perlu dibenahi. Setelah masuk ke lingkungan ESDM, Bahlil mendapati fakta, di Indonesia terdapat sumur minyak nyaris 45 ribu (44.900 sekian). "Sisanya kurang lebih 16.500 sudah tidak produktif lagi atau idle. Nah saya katakan ke teman-teman di SKK Migas, Dirjen, KKKS, kenapa kalian tidak berpikir untuk bagaimana meningkatkan lifting? karena kalau kita impor terus, itu berbahaya," ujar Bahlil.

Ia menerangkan, negara membayar devisi sekitar Rp 450-500 triliun per tahun untuk membeli dolar Amerika Serikat (AS). Itu membuat nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, selalu dinamis.  

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement