REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Alkisah, seorang badui pada suatu hari memasuki masjid. Dengan santainya ia berjalan melewati Nabi Muhammad SAW yang sedang duduk. Kemudian, lelaki itu berdoa dengan suara keras, “Ya Allah, ampunilah aku dan Muhammad. Janganlah Engkau mengampuni seorang pun selain kami berdua.”
Mendengar itu, Rasulullah SAW tertawa. “Sungguh, engkau telah menghalangi banyak orang,” ujar beliau kepada orang badui ini.
Tidak berhenti di sana. Setelah menyalami Nabi SAW, pria tersebut beranjak hingga sudut masjid. Tiba-tiba, ia mengeluarkan “barangnya” dan buang air kecil pada tembok masjid itu.
Seketika, jamaah bangkit dan hendak menyergap orang badui ini. Namun, Rasul SAW memberikan isyarat kepada mereka untuk tetap pada tempat masing-masing. Kemudian, beliau menghampiri lelaki itu dan berkata kepadanya, “Sesungguhnya masjid ini tidak untuk buang air kecil di dalamnya. Masjid ini dibangun untuk orang-orang berzikir kepada Allah dan shalat.”
Nabi SAW lalu memerintahkan seseorang untuk menyiramkan air pada dinding bekas air pipis itu. Maka pulanglah orang badui tersebut ke rumahnya dengan aman, sembari “membawa” nasihat dari Rasulullah SAW tentang pentingnya kebersihan.
Di lain kesempatan, beliau bahkan pernah menjadi korban dari perilaku orang badui yang “kasar.” Suatu hari, Nabi SAW sedang berjalan bersama Anas bin Malik. Langkah kaki mereka terhenti karena mendengar suara orang memanggil dari arah belakang.
Saat sedang menoleh ke arah sumber suara, Anas sangat terkejut. Ia melihat seorang Arab badui tiba-tiba menarik dengan keras selendang yang sedang dipakai Rasulullah SAW.
“Aku melihat leher Rasulullah SAW tercekik. Selendang itu membekas pada lehernya karena tarikan yang keras oleh lelaki ini,” kata Anas menuturkan kisahnya.
Nabi SAW tidak marah. Malahan, beliau tersenyum ke arah pria tersebut.
“Ya Rasulullah, berikanlah kepadaku harta Allah yang ada padamu ini!” kata si Arab badui sambil tetap menarik paksa selendang Nabi SAW.
Beliau kemudian membuka lilitan selendang itu, dan memberikan benda tersebut kepadanya.
Ada hikmah di balik cara Rasulullah SAW merespons tingkah laku orang-orang itu. Sesungguhnya, beliau mengajarkan kepada umatnya mengenai sikap kesabaran dan kelemahlembutan. Keduanya penting diterapkan dalam kehidupan, lebih-lebih kepada saudara seiman.
Betapapun uniknya watak kaum Arab badui, mereka tetap menampilkan keteladanan sebagai umat Rasulullah SAW. Sebagai gambaran, umumnya kelompok etnis ini memiliki sifat dermawan yang melebih rata-rata.
Qais bin Sa’d mengaku pernah singgah ke tenda kabilah Arab badui. Waktu itu, ia dan kawan-kawan kehabisan bekal di tengah perjalanan nan panjang. Selama tiga hari, sahabat Nabi SAW itu dan rombongannya dijamu dengan sajian daging unta yang hangat karena baru dimasak.
Di malam yang ketiga, Qais akhirnya menyadari. Setiap satu hari, satu unta disembelih oleh tuan rumah untuk para tamunya ini. Ketika ditanya, kepala suku badui itu menjawab, “Sungguh, kami tidak mau menjamu tamu dengan makanan yang telah bermalam (tidak baru).”