Kamis 10 Oct 2024 07:09 WIB

Soal Tunjangan Perumahan DPR, Ekonom: Empatinya Mana?

Penggunaan anggaran harus memprioritaskan rakyat terlebih dahulu.

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Friska Yolandha
Petugas Pamdal DPR berjaga di kawasan rumah jabatan anggota DPR, Kalibata, Senin (7/10/2024). Sekjen DPR Indra Iskandar menyebutkan bahwa rumah dinas yang ditempati anggota DPR sudah tidak ekonomis sebagai sebuah hunian karena sebagian besar kondisi rumah dinas itu sudah rusak dan tidak layak ditinggali.
Foto: ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
Petugas Pamdal DPR berjaga di kawasan rumah jabatan anggota DPR, Kalibata, Senin (7/10/2024). Sekjen DPR Indra Iskandar menyebutkan bahwa rumah dinas yang ditempati anggota DPR sudah tidak ekonomis sebagai sebuah hunian karena sebagian besar kondisi rumah dinas itu sudah rusak dan tidak layak ditinggali.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda mempertanyakan rencana pemberian tunjangan perumahan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Dalam kondisi ekonomi masyarakat yang tengah menurun, Huda menilai rencana tersebut tidak bijak dan sangat tidak layak untuk diimplementasikan. 

"Wacana ini menunjukkan ketidakempatian kesekretriatan maupun wakil rakyat terhadap kondisi ekonomi Indonesia yang melemah," ujar Huda dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (9/10/2024).

Baca Juga

Huda menyampaikan penggunaan anggaran harus memprioritaskan rakyat terlebih dahulu ketimbangan keinginan anggota DPR. Terlebih, lanjut Huda, anggaran pemerintah sangatlah terbatas.

Huda menyampaikan para anggota parlemen pun sudah memiliki rumah dinas yang sudah dilengkapi berbagai fasilitas. Huda menilai hal ini akan menjadi pertanyaan besar apabila anggota DPR mendapatkan tunjangan perumahan padahal telah disediakan rumah dinas. 

"Rumah dinasnya buat siapa? Apakah buat kesekretariatan DPR/MPR? Kan tidak bijak juga sudah ada rumah, masa minta tunjangan rumah lagi besarannya sampai Rp 600 juta per tahun untuk setiap anggota," ucap Huda. 

Huda menyampaikan para anggota DPR seharusnya menyadari posisi mereka sebagai wakil rakyat yang seharusnya menentingkan kepentingan rakyat. Huda menyampaikan anggota DPR sudah mendapatkan fasilitas untuk mendukung kinerja berupa gaji hingga tunjangan lainnya yang mencapai Rp 50 juta per bulan. 

"Belum ditambah kehadiran dan uang lainnya. Jangan lah jadi manusia tamak itu para anggota DPR," lanjut Huda. 

Huda mengingatkan rencana pemberian tunjangan perumahan akan berimplikasi serius terhadap APBN yang selama ini dialokasikan juga untuk melakukan perawatan rumah dinas. Huda menilai tunjangan perumahan mungkin dinilai DPR sebagai uang yang kecil, namun tidak halnya bagi masyarakat.

"Uang itu bisa memberikan makanan bergizi gratis yang memang bergizi bagi 8.000 anak setiap hari selama setahun. Gizi anggota dewan sudah sehat semua. Mereka tidak memikirkan dan tidak punya rasa empati buat berbagi ke masyarakat miskin," sambung Huda. 

Huda menyebut pemberian tunjangan perumahan tidak akan berpengaruh terhadap produktivitas para anggota DPR. Huda mengatakan rumah dinas yang ada sejatinya masih cukup layak.

"Kalau mau rumah yang nyaman enggak usah kerja jadi DPR. Malah nanti enggak pernah ke kantor. Sekarang saja mereka jarang hadir, apalagi dikasih fasilitas rumah mewah, malah semakin tidak produktif mereka kerjanya," kata Huda. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement