Kamis 10 Oct 2024 08:42 WIB

AS Tiba-Tiba Kecam Israel atas Kondisi Gaza, Kemarin ke Mana Saja?

Untuk pertakalinya, AS menyecar Israel di DK PBB atas kehancuran di Gaza.

Duta Besar Amerika Serikat untuk PBB Linda Thomas-Greenfield berbicara pada pertemuan Dewan Keamanan di markas besar PBB, Ahad, 27 Februari 2022.
Foto: AP/Seth Wenig
Duta Besar Amerika Serikat untuk PBB Linda Thomas-Greenfield berbicara pada pertemuan Dewan Keamanan di markas besar PBB, Ahad, 27 Februari 2022.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK – Duta Besar AS untuk PBB Linda Thomas-Greenfield mengeluarkan pernyataan blak-blakan di Dewan Keamanan (DK) PBB pada Rabu malam, meminta sekutunya Israel untuk segera mengatasi “kondisi bencana” di Gaza. Ini seruan perdana AS mengecam Israel di PBB setelah negara itu berkali-kali memveto resolusi gencatan senjata dan terus mengirimkan bantuan militer ke Israel setahun belakangan.

“Kondisi bencana ini telah diperkirakan beberapa bulan lalu, namun masih belum diatasi. Hal itu harus diubah, sekarang!” katanya ketika 15 anggota DK PBB bertemu untuk membahas krisis kemanusiaan semalam. 

Baca Juga

“Kami menyerukan Israel untuk mengambil langkah mendesak untuk melakukan hal tersebut.” Thomas-Greenfield juga mengatakan masyarakat di Gaza harus dapat kembali ke rumah mereka untuk membangun kembali, setelah Israel mengeluarkan perintah evakuasi baru pada Ahad di bagian utara wilayah kantong yang terkepung. “Tidak boleh ada perubahan demografi atau teritorial di Jalur Gaza, termasuk segala tindakan yang mengurangi wilayah Gaza,” ujarnya.

Pada hari yang sama, Gedung Putih juga menanggapi ancaman Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu bahwa rakyat Lebanon akan mengalami “kehancuran dan penderitaan seperti yang kita lihat di Gaza” jika mereka tidak menggulingkan Hizbullah. Juru bicara Gedung Putih Karine Jean-Pierre mengatakan kepada wartawan “bukan itu yang ingin kami lihat”.

“Kami tidak bisa dan tidak akan melihat Lebanon berubah menjadi Gaza yang lain,” katanya. “Penderitaan di Gaza dan Lebanon menambah urgensi yang lebih besar, seperti yang Anda dengar dari kami, terhadap upaya kami, tentunya untuk mengakhiri konflik dan meletakkan landasan bagi perdamaian dan keamanan abadi di wilayah tersebut.”

Sebelumnya, komentar serupa yang dibuat oleh juru bicara Departemen Luar Negeri Matthew Miller, yang mengatakan kepada wartawan bahwa “tidak boleh ada tindakan militer di Lebanon yang mirip dengan Gaza dan memberikan hasil yang mirip dengan Gaza”.

Sikap belakangan berbanding terbalik dengan dukungan tanpa batas yang diberikan AS ke Israel sejak serangan 7 Oktober 2023. Kala itu, mengetahui tabiat Israel yang kerap membalas secara tak proporsional, AS tetap menegaskan hak Israel membela diri. 

Di Dewan Keamanan PBB, AS pertama kali memveto resolusi terkait perbaikan kondisi di Gaza pada 18 Oktober 2024. Kala itu, ribuan telah syahid akibat serangan Israel dan kengerian yang menjelang sudah terlihat. Namun, AS memveto rencana resolusi yang memuat “jeda kemanusiaan" tersebut. Linda Thomas-Greenfield kala itu menyebutkan alasan AS memveto karena “tidak menyebutkan hak Israel membela diri.”

Pada 8 Desember, Dewan Keamanan PBB untuk pertama kalinya membahas resolusi gencatan senjata di Gaza. Kala itu jumlah korban meninggal di Gaza sudah mencapai 19 ribu jiwa. Namun, AS memveto resolusi yang diajukan oleh Uni Emirat Arab dan didukung oleh lebih dari 90 negara anggota PBB. Ada 13 suara yang mendukung dan Inggris abstain, artinya hanya AS sendirian yang menolak resolusi.

Pada 20 Februari 2024. AS memveto resolusi yang diajukan Aljazair yang mendesak gencatan senjata segera. Menurut Thomas-Greenfield, resolusi itu “akan membahayakan negosiasi sensitif.” Sampai saat ini, “negosiasi sensitif" yang dibangga-banggakan AS itu tak membuahkan hasil.

AS adalah satu-satunya negara yang memberikan suara menentang rancangan tersebut, sementara Inggris abstain. Sebanyak 13 negara anggota Dewan Keamanan PBB lainnya mendukung rancangan undang-undang yang menuntut penghentian perang yang saat itu  telah menewaskan lebih dari 29.000 orang di Gaza, menurut pihak berwenang Palestina, dan membuat lebih dari 80 persen penduduknya mengungsi.

Pada 25 Maret 2024, Amerika Serikat akhirnya meloloskan resolusi gencatan senjata di Gaza menjelang Ramadhan. Kala itu, sudah 32 ribu jiwa hilang di Gaza. Thomas-Greenfield mengatakan bahwa dalam mengadopsi resolusi tersebut, Dewan Keamanan “berbicara untuk mendukung” upaya diplomatik yang sedang berlangsung yang dipimpin oleh AS, Qatar dan Mesir untuk mewujudkan gencatan senjata. Pembicaraan gencatan senjata itu kandas dan terhenti hingga saat ini sehubungan aksi PM Israel Benjamin Netanyahu yang terus menambah klausul baru, aksi yang disebut untuk menyabotase kesepakatan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement