Kamis 10 Oct 2024 22:43 WIB

Kasus Pelecehan di Panti Asuhan Tangerang, Dirjen HAM: Pelanggaran Berat Hak Anak

Setiap anak memiliki hak untuk hidup aman, terbebas dari kekerasan.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Karta Raharja Ucu
Polisi menghadirkan tersangka Sudirman (tengah) dan Yusuf Bachtiar (kanan) sebagai tersangka kasus dugaan pelecehan seksual (rudapaksa) terhadap puluhan anak penghuni Panti Asuhan Darussalam An Nur saat rilis kasus itu di Mapolres Metro Tangerang Kota, Tangerang, Banten, Selasa (8/10/2024). Dalam kasus tersebut polisi menetapkan 3 tersangka yakni Sudirman selaku ketua yayasan, Yusuf Bachtiar selaku pengasuh dan 1 tersangka yang masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) Yandi Supriyadi.
Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal
Polisi menghadirkan tersangka Sudirman (tengah) dan Yusuf Bachtiar (kanan) sebagai tersangka kasus dugaan pelecehan seksual (rudapaksa) terhadap puluhan anak penghuni Panti Asuhan Darussalam An Nur saat rilis kasus itu di Mapolres Metro Tangerang Kota, Tangerang, Banten, Selasa (8/10/2024). Dalam kasus tersebut polisi menetapkan 3 tersangka yakni Sudirman selaku ketua yayasan, Yusuf Bachtiar selaku pengasuh dan 1 tersangka yang masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) Yandi Supriyadi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Hak Asasi Manusia (Dirjen HAM) Kemenkumham Dhahana Putra prihatin atas kejahatan seksual yang dilakukan pengurus Panti Asuhan Darussalam An'Nur Kunciran Pinang, Tangerang. Untuk sementara ini, sudah ada delapan anak yang mengaku sebagai korban.

"Peristiwa ini bukan hanya pelanggaran pidana, tetapi juga pelanggaran berat HAM, khususnya terhadap hak-hak anak," kata Dhahana dalam keterangannya pada Kamis (10/10/2024).

Dalam Pasal 72 UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, disebutkan masyarakat, keluarga, lembaga, dan organisasi memiliki kewajiban melakukan upaya pencegahan terhadap segala bentuk kekerasan dan eksploitasi yang menimpa anak. Setiap anak memiliki hak untuk hidup aman, terbebas dari kekerasan, serta hak untuk mendapatkan perlakuan yang bermartabat.

"Dalam hal ini, negara memiliki tanggungjawab untuk memastikan penegakan hukum yang tegas dan adil terhadap pelaku kejahatan, serta pemulihan kondisi fisik dan psikologis korban," kata Dhahana.

Dhahana menegaskan kejahatan seksual terhadap anak tidak bisa ditoleransi. Dhahana mendesak agar polisi segera mengambil tindakan hukum yang cepat dan menyeluruh.

Dhahana mengingatkan selain penegakan hukum, negara juga berkewajiban untuk memastikan adanya pemulihan yang layak bagi para korban. Ini termasuk layanan psikososial dan kesehatan, serta jaminan agar kejadian serupa tidak terulang di kemudian hari.

"Pemulihan ini harus dilakukan dengan pendekatan yang berbasis hak asasi manusia, dimana kepentingan terbaik anak menjadi prioritas utama," ujar Dhahana.

Dhahana memandang kasus menjadi momentum penting untuk mengevaluasi dan memperketat pengawasan terhadap yayasan atau lembaga yang menangani anak-anak oleh pemerintah pusat maupun daerah.

"Setiap lembaga yang bertanggungjawab atas perlindungan anak harus memenuhi standar yang ketat dalam memberikan keamanan, pendidikan, dan perlindungan

yang layak bagi setiap anak yang diasuhnya," ujar Dhahana.

Dhanana mengingatkan hak-hak anak tidak hanya sekedar dilindungi di atas kertas, tetapi benar-benar diwujudkan dalam tindakan nyata. Salah satunya dengan memberikan sanksi tegas bagi pelaku kejahatan seksual dan pembenahan sistem perlindungan anak.

"Ditjen HAM berupaya memastikan setiap individu, terutama kelompok rentan, mendapatkan perlindungan maksimal dalam menikmati hak-hak mereka

sesuai dengan prinsip-prinsip HAM yang berlaku," ujar Dhahana.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement