REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Kementerian Dalam Negeri di Gaza mendesak penduduk di Gaza utara untuk menentang perintah evakuasi Israel. Kementerian memperingatkan bahwa wilayah selatan yang diklaim oleh tentara Israel aman juga menghadapi pengeboman terus-menerus.
Pernyataan kementerian tersebut dikeluarkan pada Sabtu, beberapa jam setelah tentara Israel mengeluarkan peringatan evakuasi ke sebagian besar wilayah utara Gaza dan menyarankan warga untuk meninggalkan wilayah tersebut sebagai bagian dari perluasan serangan militer yang dimulai pada 6 Oktober.
“Kami mendesak seluruh warga kami untuk tetap tabah dan tidak meninggalkan rumah mereka, khususnya di wilayah yang terancam oleh pendudukan pada pagi ini,” bunyi pernyataan itu.
Bagi mereka yang merasa terancam, kementerian menyarankan untuk mencari perlindungan di lokasi terdekat daripada pindah ke selatan, di mana penembakan besar-besaran dan jatuhnya korban terus berlanjut meskipun ada jaminan keselamatan.
Kementerian juga meminta komunitas internasional dan lembaga-lembaga global untuk menekan Israel agar mengakhiri apa yang mereka gambarkan sebagai genosida dan pemindahan paksa terhadap rakyat Palestina di Gaza.
Pada Sabtu pagi, juru bicara tentara Israel Avichay Adraee mengeluarkan perintah bagi penduduk di “area D5” untuk mengungsi. Sebuah peta yang dikeluarkan oleh tentara menandai sebagian besar wilayah utara Gaza, termasuk Jabalia dan sebagian Sheikh Radwan, dengan warna merah sebagai zona evakuasi.
Menurut koresponden Anadolu, puluhan ribu warga Palestina tinggal di daerah-daerah tersebut, banyak di antaranya telah melarikan diri dari Jabalia dan kota-kota terdekat karena serangan Israel yang sedang berlangsung.
Kekerasan di Gaza meningkat sejak 6 Oktober, menyusul eskalasi besar di Gaza utara yang menandai bentrokan paling sengit sejak Mei. Serangan Israel dimulai setelah serangan lintas batas oleh Hamas pada 7 Oktober tahun lalu yang memicu respons militer meskipun resolusi Dewan Keamanan PBB menyerukan gencatan senjata segera.