REPUBLIKA.CO.ID, Transformasi besar-besaran didorong oleh Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk memperbaiki kinerja kelompok usaha PT Perkebunan Nusantara (PTPN) Group. Perusahaan yang memiliki aset kebun di berbagai penjuru nusantara itu dirasakan belum mampu menunjukkan performa terbaiknya. Masalah tata kelola menjadi sorotan karena sempat muncul kasus penyalahgunaan wewenang dan berujung pada kinerja finansial yang merugi.
Direktur Utama PT Perkebunan Nusantara III (Persero) atau PTPN Group Mohammad Abdul Ghani mengatakan, transformasi yang digagas Kementerian BUMN mempengaruhi kinerja PTPN Group selama beberapa tahun terakhir. Setelah mengalami restrukturisasi besar-besaran, ucap Ghani, PTPN Group berhasil mengkompensasi kerugian yang dialami dalam periode-periode sebelumnya.
Transformasi PTPN juga merupakan bagian dari transformasi BUMN. Sepanjang tahun 2021-2024 transformasi itu dilakukan. PT Perkebunan Nusantara III (Persero) atau PTPN III kini bertindak sebagai Holding BUMN Perkebunan Nusantara, dan telah melakukan berbagai transformasi di tubuh PTPN.
Salah satu transformasi yang dilakukan yakni pembentukan sub-holding, di mana PTPN III melakukan pembentukan tiga sub-holding yakni PTPN IV, PTPN I, dan PT Sinergi Gula Nusantara (SGN). Sub-holding SGN terbentuk sejak tahun 2021, pada saat itu saham perusahaan dimiliki oleh PTPN III (Persero) dan PTPN XI. Kemudian pada 10 Oktober 2022 dilakukan spin off 36 pabrik gula milik 7 anak perusahaan PTPN III (Persero) yaitu PTPN II, VII, IX, X, XI, XII, dan XIV ke dalam PT SGN. SGN bertugas merevitalisasi industri gula nasional dan meningkatkan produksi gula nasional.
Kemudian, sebagai langkah bersejarah dalam sektor pertanian Indonesia, pada tanggal 1 Desember 2023, PTPN III mengumumkan penggabungan 13 PTPN menjadi dua sub-holding, yakni PTPN IV dan PTPN I. Pembentukan dua sub-holding ini merupakan implementasi dari Program Strategis Nasional (PSN) yang bertujuan untuk mewujudkan kemandirian, khususnya di bidang ketahanan pangan dan energi.
Sub-holding PTPN IV dibentuk melalui penggabungan PTPN V, VI dan XIII ke dalam PTPN IV sebagai surviving entity. PTPN IV diharapkan menjadi perusahaan sawit terbesar di dunia dari sisi luas lahan, yaitu mencapai lebih dari 600 ribu hektare dalam satu dasawarsa, dan akan menjadi pemain utama industri sawit dunia. Sehingga, PTPN IV dipercaya mampu berkontribusi meningkatkan produksi CPO nasional dan minyak goreng dalam negeri, yaitu dari 460 ribu ton per tahun pada 2021 menjadi 1,8 juta ton per tahun pada 2026, atau meningkat hingga 4 kali lipatnya dalam waktu 5 tahun.
Sedangkan sub-holding PTPN I dibentuk melalui penggabungan PTPN II, VII, VIII, IX, X, XI, XII, dan XIV ke dalam PTPN I. Perannya sangat penting, karena ditunjuk untuk menjadi Perusahaan Manajemen Aset Perkebunan Unggulan. Mandat PTPN I, antara lain untuk mengoptimalkan aset perkebunan, mengelola tanaman perkebunan, diversifikasi bisnis, dan mengembangkan inisiatif bisnis ramah lingkungan. Kegiatan ini bertujuan untuk menambah nilai perusahaan dan mendukung ketahanan ekonomi Indonesia.
Perombakan tersebut terbukti telah membawa dampak positif pada kinerja perusahaan. Perusahaan yang sebelumnya harus mencetak kerugian tahun berjalan pada 2019 sebesar Rp 2,53 triliun kemudian pada 2023 bisa mencetak laba Rp 1,02 triliun.
Penting untuk disoroti, angka laba pada 2023 turut terdampak adanya dinamika harga komoditas dunia. Jika dilihat dalam kinerja laba pada 2022, PTPN Group berhasil mengoptimalkan berkah harga komoditas dengan meraup untung hingga Rp 6,02 triliun.
Ghani mengakui bahwa kinerja laba pada 2023 memang banyak dipengaruhi oleh penurunan harga komoditas dunia. Kendati demikian, pendapatan PTPN Group sejak melakukan transformasi sudah mengalami perbaikan. Ghani memaparkan bahwa pendapatan perusahaan dari tahun ke tahun secara rata-rata meningkat 28,1 persen terhitung sejak 2020.
Sementara itu, untuk pendapatan perusahaan tahun 2024 ini ditargetkan mencapai Rp 61,7 triliun. Hal itu tercatat meningkat dibandingkan tahun 2023 lalu yang realisasi pendapatan perusahaan mencapai Rp 50,9 triliun.
Ghani berharap dengan berbagai inisiatif strategi dan transformasi ini, PTPN Group akan terus tumbuh berkelanjutan sembari memenuhi kebutuhan masyarakat. "Tentunya dukungan dan dorongan dari Kementerian BUMN serta stakeholders terkait akan semakin menguatkan peran PTPN Group sebagai perusahaan perkebunan terbesar di dunia," kata Ghani.
Dekat dengan masyarakat
Kementerian BUMN telah meminta Holding PTPN untuk tidak hanya fokus pada transformasi model bisnis, tapi juga membenahi kemampuan sumber daya manusia (SDM) perseroan.
Dalam perjalanan PTPN, kondisi perusahaan naik turun. Oleh karena itu, transformasi SDM menjadi kunci bagi PTPN untuk meningkatkan dan mengembangkan bisnis perseroan. Satu hal penting yang perlu dicapai yakni PTPN harus mampu memberikan dampak pada masyarakat di sekitarnya.
Kementerian BUMN mengarahkan kepada PTPN sebagai korporasi harus memberikan manfaat bagi para petani, masyarakat sekitar, dan tentu para pegawainya. Sebelumnya, kondisi bisnis PTPN turun naik. Hal ini disebabkan antara lain karena SDM yang kurang kompeten sehingga harus dilakukan transformasi. Sementara, transformasi bisnis juga harus terus dikembangkan khususnya pada komoditas sawit, gula, kopi, dan teh yang menjadi bisnis utama perseroan.
PTPN diminta untuk memastikan agar produk minyak sawit bisa sama seperti swasta dan dikenal pasar sehingga mampu bersaing. Selain itu, pemerintah juga meminta PTPN segera meningkatkan produksi gula agar impor gula konsumsi dapat ditekan. Hal itu masuk dalam Program Strategis Nasional yang langsung diamanatkan oleh Presiden Joko Widodo.
Langkah tegas dalam memperbaiki tata kelola BUMN dinilai patut diapresiasi. Upaya ini diyakini dapat meningkatkan tata kelola dan transparansi di tubuh BUMN termasuk juga PTPN Group. Direktur Eksekutif Segara Research Institute, Piter Abdullah mengatakan, upaya bersih-bersih BUMN menjadi yang paling menonjol dalam hampir lima tahun terakhir.