ShippingCargo.co.id, Jakarta—Banyak orang mendengar dan tahu tentang keberadaan kapal keruk, tetapi tidak banyak yang memahami jenis dan cara kerjanya. Kebijakan pemerintah yang membuka kembali keran ekspor sedimentasi laut, melalui Peraturan Pemerintah Nomor 26/2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi Laut, memancing kontroversi di masyarakat, dan memaksa kita untuk mencari informasi tentang jenis dan cara kerja kapal keruk.
Sebenarnya, penggunaan kapal-kapal keruk (dredging vessels) sudah umum dilakukan, baik di perairan sungai, danau, maupun di lautan. Pemerintah Indonesia bahkan memiliki Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang pengerukan dan perbengkelan kapal (shipyard), yang bernama PT Pengerukan Indonesia (PT Rukindo). Khusus untuk layanan pengerukan, sebagaimana diungkapkan di dalam situs resminya [https://rukindo.co.id], pada tahun 2024, PT Rukindo memiliki alat produksi berupa 4 kapal jenis Trailing Suction Hopper Dredger/TSHD (Kapal Keruk Penghisap Lumpur), 10 unit Hopper Barge (Kapal Bak Lumpur), satu unit Cutter Suction Dredger (Kapal Keruk Bor Penghisap Lumpur), dan 2 Kapal Clamshell Dredger (Kapal Keruk Cangkram)
Akun YouTube resmi milik Asosiasi Internasional dari Perusahaan Pengerukan (International Association of Dredging Company/IADC) telah merilis rangkaian video tutorial tentang jenis dan cara kerja kapal keruk sebagai pengetahuan untuk publik. Salah satunya adalah kapal keruk jenis Trailing Suction Hopper Dredger/TSHD. Kapal Penghisap Lumpur tersebut bekerja untuk mengambil pasir laut menggunakan seperangkat alat. Di dasar laut, sedimentasi disedot melalui alat yang menyerupai alat penghidap debu raksasa. Hasil pengerukan berupa campuran air dan pasir kemudian disalurkan dan disimpan ke dalam kapal. Proses pengerukan terhenti secara otomatis, ketika batas maksimum ruang penyimpanan terlampaui.
Lalu bagaimana proses membongkar muatan dari dalam kapal? Ada sejumlah cara atau metode, yakni dengan memnyemprotkan muatan pasir laut yang disebut sebagai rainbowing. Atau, bisa pula dengan melalui jalur pipa yang tersambung hingga ke lokasi tujuan. Kapal jenis TSHD juga dapat membongkar muatan, untuk langsung mendarat di area yang telah ditentukan, dengan membuka pintu penyimpanan yang berada di bagian bawah kapal .
Pada November 2017, Media Indonesia Grup (Medcom) mengeluarkan laporan panjang tentang proses reklamasi di Teluk Jakarta. Proyek yang dinamakan Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara ("National Capital Integrated Coastal Development"/ NCICD) gencar direalisasikan sejak tahun 2014. Pengerukan pasir dan atau sendimentasi laut dilakukan dengan mengerahkan kapal keruk berbagai jenis. Jenis kapal yang paling umum digunakan untuk aktivitas pengerukan tersebut adalah kapal keruk jenis TSHD atau Kapal Keruk Penghisap Lumpur.
Sementara, terkait dibukanya keran ekspor pasir laut, seberapa besarkah potensi penerimaan negara? Ada baiknya, kita mengutip penjelasan dari Direktur PNBP Ditjen Anggaran, Kemenkeu, Wawan Sunaryo, pada 30 September 2024. Wawan mengatakan berdasarkan simulasi yang telah dilakukan, taksiran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari penjualan pasir dan atau sedimentasi laut ini berjumlah Rp2,5 triliun untuk setiap 50 juta meter kubik.
Angka ini terdiri dari 27,5 juta meter kubik untuk kebutuhan dalam negeri, dan 22,5 juta meter kubik untuk ekspor. Taksiran nilai ini didapat dari pengenaan tarif 30 persen dari harga Rp93.000 per meter kubik untuk kebutuhan dalam negeri, dan tarif 35 persen untuk kebutuhan ekspor, dengan nilai jual Rp198.000 per meter kubik.