Selasa 15 Oct 2024 19:25 WIB

Pemanggilan Menteri Ekonomi dan Neraca Dagang Surplus Bikin IHSG dan Rupiah Happy

Kenaikan ini menunjukkan stabilitas pasar setelah beberapa hari terjadi volatilitas.

Rep: Dian Fath Risalah, Muhammad Nursyamsi/ Red: Ahmad Fikri Noor
Pekerja berada di dekat layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Foto: Republika/Prayogi
Pekerja berada di dekat layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat pada akhir perdagangan Selasa (15/10/2024), naik 67,29 poin atau 0,89 persen ke level 7.626,95. Kenaikan ini menunjukkan stabilitas pasar setelah beberapa hari mengalami volatilitas, mendorong optimisme investor terhadap potensi pasar domestik yang tetap kuat.

Sementara itu, neraca perdagangan Indonesia terus menunjukkan tren positif dengan surplus 53 bulan berturut-turut. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa pada September 2024, surplus mencapai 3,26 miliar dolar AS (sekitar Rp50,2 triliun), didukung oleh ekspor senilai 22,08 miliar dolar AS dan impor sebesar 18,82 miliar dolar AS, yang turun 8,91 persen dari bulan sebelumnya.

Baca Juga

Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi, menyatakan bahwa surplus neraca dagang Indonesia mencerminkan kekuatan ekonomi, meskipun turun dari 3,41 miliar dolar AS pada September 2023.

"Surplus bulan ini meningkat 0,48 miliar dolar AS dari Agustus 2024, dengan komoditas utama penyumbang surplus seperti bahan bakar mineral dan lemak nabati," ujarnya dalam keterangan yang diterima, Selasa (15/10/2024).

Secara kumulatif, dari Januari hingga September 2024, surplus neraca dagang Indonesia mencapai 21,98 miliar dolar AS (sekitar Rp 339,6 triliun), dengan total ekspor sebesar 192,85 miliar dolar AS dan impor sebesar 170,87 miliar dolar AS. Di sisi lain, pada penutupan perdagangan sore ini, rupiah ditutup melemah 23 poin di level Rp15.588,5 setelah sebelumnya sempat menguat.

"Rupiah diperkirakan akan fluktuatif dalam perdagangan besok, dengan rentang di level Rp15.530 hingga Rp15.630, menunjukkan dinamika pasar yang menarik," kata Ibrahim.

Ibrahim menambahkan, serangkaian data dari AS menunjukkan bahwa ekonomi tetap tangguh dan hanya melambat sedikit, sementara inflasi pada bulan September naik sedikit lebih tinggi dari yang diharapkan. Hal ini menyebabkan para pedagang memangkas spekulasi tentang pemangkasan suku bunga besar-besaran dari Federal Reserve (Fed). Beberapa komentar agresif dari pejabat Fed juga mendorong penguatan dolar.

Di Timur Tengah, Israel memperluas targetnya dalam perang melawan militan Hizbullah di Lebanon pada hari Senin, menewaskan sedikitnya 21 orang dalam serangan udara di utara. Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menginformasikan kepada AS bahwa Israel bersedia menyerang target militer Iran dan bukan target nuklir atau minyak, seperti dilaporkan oleh Washington Post.

Di sisi lain, pembacaan ekonomi yang lemah dari China juga merusak sentimen terhadap negara tersebut. Data terbaru menunjukkan neraca perdagangan China tumbuh kurang dari yang diharapkan karena pertumbuhan ekspor melambat tajam. Disinflasi di China masih berlanjut, dan pengumuman langkah-langkah stimulus fiskal baru dari Beijing hanya memberikan dukungan singkat, dengan investor mengharapkan rincian penting.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement