REPUBLIKA.CO.ID,MADINAH -- Sebagian orang mungkin sering menemui keadaan seseorang yang memiliki kewenangan melakukan tindakan nepotisme, yaitu membantu mewujudkan keinginan kenalan, saudara, atau kerabatnya. Dalam hal ini, apa hukum nepotisme dalam Islam?
Pertama, jika dengan nepotisme itu mengakibatkan hilangnya hak seseorang yang lebih baik dan lebih layak dari sisi kompetensi dan kemampuan yang dimilikinya, maka perbuatan tersebut dilarang dalam Islam. Sebab, ini tidak adil bagi mereka yang berhak mendapatkannya.
Dikatakan tidak adil karena telah menghilangkan pekerjaan bagi orang-orang yang sebetulnya telah memenuhi syarat dan memiliki kompetensi untuk memberikan fasilitas dan pelayanan yang mumpuni kepada orang lain. Keadaan yang tidak adil ini dapat muncul di tengah masyarakat, dan akibatnya bisa merusak masyarakat itu sendiri.
Namun, jika dengan nepotisme itu tidak mengakibatkan hilangnya atau berkurangnya hak seseorang, maka dibolehkan. Diriwayatkan dari Abu Musa Al Asy'ari RA, dia berkata:
كان النبي صلى الله عليه وسلم إذا أتاه طالب حاجة أقبل على جلسائه فقال :"اشفعوا تؤجروا ويقضي الله على لسان نبيه ما أحب". ((متفق عليه))
Ketika Nabi SAW didatangi oleh seseorang yang meminta bantuan, maka beliau menghadap ke orang-orang yang sedang duduk bersamanya, lalu bersabda, "Berilah pertolongan padanya, niscaya kalian akan mendapatkan pahala dan Allah akan memutuskan apa yang disenangi-Nya melalui lisan Nabi-Nya." (HR. Bukhari dan Muslim)
Selanjutnya, jika seseorang yang membantu orang lain mendapatkan apa yang diinginkannya itu tahu atau menyadari bahwa bantuan yang diberikannya akan menghilangkan hak orang lain yang lebih berhak, baik dari sisi kemampaun, kompetensi, usia maupun semacamnya, maka bantuan tersebut dilarang alias haram.
Misalnya dalam kasus memasukkan anak ke sekolah. Jika ada oknum sekolah yang membantu orang tua untuk memasukkan anaknya ke sekolah tersebut, namun di sisi lain ada anak lain yang lebih berhak bersekolah di situ dan jika tidak di sekolah itu akan mendapatkan banyak kesulitan seperti terpaksa masuk ke sekolah yang jaraknya sangat jauh dan efeknya bisa memicu kerusakan di tengah masyarakat, maka hukumnya haram. Sebab perbuatan tersebut, menimbulkan ketidakadilan bagi orang-orang yang lebih berhak memperolehnya.
Hal tersebut merupakan fatwa yang diputuskan oleh Majelis Tetap Penelitian Ilmiah dan dan Fatwa, yang terdiri dari Syekh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Syekh Abdul Razzaq Afifi, Syekh Abdullah bin Ghadian dan Syekh Abdullah bin Qoud.