REPUBLIKA.CO.ID, Dalam kondisi yang sulit, seperti ketika tidak ada air untuk bersuci dan debu untuk tayamum, umat Islam menghadapi tantangan besar dalam menjalankan kewajiban sholat.
Dalam situasi ini, penting untuk memahami langkah-langkah yang harus diambil sesuai dengan pandangan para ulama dari empat madzhab yang dijelaskan dalam buku Sholat Lihurmatil Waqti karya Muhammad Ajib, LC.MA.
Istilah Faqidu ath-Thahurain merujuk pada keadaan seseorang yang tidak memiliki akses terhadap air dan tanah untuk bersuci. Syaikh Dr. Wahbah az-Zuhaili menjelaskan dalam kitab al-Fiqhu al-Islami wa Adillatuhu bahwa seseorang dalam keadaan ini tetap diharuskan untuk melaksanakan sholat, meskipun tidak dapat memenuhi syarat sah seperti bersuci.
Pendapat Empat Madzhab
1.Madzhab Hanafi
Dalam pandangan Hanafi, seseorang yang tidak dapat menemukan air atau tanah tetap diwajibkan untuk melaksanakan sholat sesuai kemampuan mereka. Setelah situasi membaik dan mereka menemukan air atau tanah, sholat tersebut harus diulang (qadha).
2. Madzhab Maliki
Berbeda dengan Hanafi, madzhab Maliki berpendapat bahwa kewajiban sholat gugur bagi orang yang tidak dapat bersuci karena tidak ada air dan tanah. Dalam hal ini, mereka tidak diwajibkan untuk sholat dan tidak perlu mengqadha shalat yang terlewat.
3. Madzhab Syafi'i
Madzhab Syafi'i menegaskan bahwa meskipun tidak ada air dan tanah, sholat harus tetap dilaksanakan sesuai keadaan. Namun, jika kemudian ditemukan air atau tanah, sholat tersebut wajib diulang (qadha).