REPUBLIKA.CO.ID, JAMBI – Majelis Masyayikh kembali menyelenggarakan sosialisasi Undang-Undang No. 18 Tahun 2019 tentang Pesantren di Pondok Pesantren As’ad, Kota Jambi, pada Rabu (16/10/2024). Kegiatan ini dihadiri oleh sejumlah tokoh penting, di antaranya Dr. KH. A. Muhyiddin Khotib, M.H.I., Tgk KH. Faisal M Ali, S.Sos.I., dan Tn. Gr. Abdul Qodir Ibrahim, S.Ag. Sosialisasi ini bertujuan untuk memberikan pemahaman dan dukungan terhadap pengembangan pendidikan pesantren di Indonesia. KH. A. Muhyiddin Khotib, M.H.I., dalam sambutannya, ia menekankan pentingnya penguatan internal pondok pesantren sebagai langkah strategis untuk menjadikannya sebagai lembaga pendidikan unggulan yang dikenal secara internasional, terutama dalam konteks dunia Islam.
Ia menyampaikan bahwa pesantren harus membangun kekuatan yang solid agar mampu berperan sebagai institusi pendidikan berkualitas di Indonesia dan internasional.
"Pesantren saat ini membutuhkan satu kekuatan yang sama dalam rangka membangun dirinya sendiri. Di masa depan, pesantren diharapkan menjadi lembaga pendidikan unggulan di Indonesia yang menjadi tujuan internasional untuk melihat dunia Islam di Indonesia," ujar KH. Muhyiddin.
Ia juga menyatakan bahwa kehadiran Majelis Masyayikh dan disahkannya UU No. 18 Tahun 2019 merupakan pengakuan dari negara atas peran penting pesantren dalam pembangunan bangsa. Menurutnya, UU tersebut menjadi langkah strategis untuk menyamakan visi dan persepsi dalam upaya memperkuat eksistensi pesantren di Indonesia. Hal ini diperlukan agar pesantren tidak hanya berfungsi sebagai lembaga pendidikan tradisional, tetapi juga mampu memberikan dampak yang lebih luas kepada masyarakat.
"Dalam upaya meningkatkan kualitas pesantren, Majelis Masyayikh hadir sebagai lembaga penjamin mutu eksternal yang berkomitmen memastikan pendidikan di pesantren menjadi lembaga yang bermanfaat dan rahmatan lil alamin," kata dia.
UU Pesantren memiliki tiga fungsi utama, yaitu merekognisi pesantren sebagai lembaga pendidikan independen, mengafirmasi lulusan pesantren agar setara dengan lulusan institusi formal, dan memberikan fasilitasi untuk meningkatkan kualitas pesantren. Melalui UU ini, diharapkan kualitas pendidikan di pesantren dapat terus meningkat dan berkelanjutan.
"UU Pesantren bertujuan menjaga kekhasan pesantren, bukan menyeragamkan. Menjaga independensi, bukan intervensi," ujar dia.
Sementara itu, Tgk KH. Faisal M Ali, menegaskan pentingnya peran Majelis Masyayikh dalam merumuskan penjaminan mutu pesantren dari sisi eksternal. Ia menyatakan bahwa Majelis Masyayikh berkomitmen untuk mengakomodasi berbagai perbedaan dan tipologi yang ada di pesantren-pesantren di Indonesia. Dengan pendekatan inklusif, diharapkan setiap pesantren dapat meningkatkan mutu pendidikannya.
"Majelis Masyayikh memiliki tugas merumuskan penjaminan mutu pesantren secara eksternal dengan mengakomodasi berbagai perbedaan dan tipologi pesantren," kata dia.
Ia juga menambahkan bahwa Majelis Masyayikh tidak akan terlibat langsung dalam pengelolaan pesantren, melainkan bekerja melalui mitra, yaitu Dewan Masyayikh. Dewan ini bertanggung jawab mengawasi dan mengevaluasi mutu pembelajaran serta fasilitas di setiap pesantren.
"Majelis Masyayikh bekerja melalui mitra, yaitu Dewan Masyayikh, yang dibentuk oleh masing-masing pesantren untuk memastikan kualitas pendidikan di dalam pesantren tersebut," lanjut KH Faisal.
Dengan diadakannya sosialisasi UU Pesantren ini, diharapkan pesantren-pesantren di Indonesia dapat berkembang menjadi lembaga pendidikan yang relevan di era modern tanpa mengesampingkan nilai-nilai keislaman yang telah lama dijunjung. Penguatan pesantren diharapkan tidak hanya memberikan manfaat bagi umat Islam, tetapi juga berkontribusi bagi kemajuan bangsa secara keseluruhan.