REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nabi Musa pernah mengajukan pertanyaan kepada Allah SWT, "Ya Allah, apakah Engkau jauh sehingga aku perlu memanggil-Mu keras-keras? Ataukah Engkau dekat sehingga aku cukup berbisik kepada-Mu?"
Allah SWT berfirman, ''Kalau Kukatakan jauh, kamu tak dapat mencapainya, dan kalau Kukatakan dekat, kau pun tak bakal mampu menempuhnya.''
Menurut pakar tafsir Al-Raghib al-Ashfahani dalam kitab Al-Mufradat fi Gharib Alqur'an, pernyataan Rabb semesta alam itu bermakna bahwa Allah pada hakikatnya amat dekat dengan hamba-Nya.
Bahkan, menurut Alquran surah Qaf ayat ke-16, Allah justru lebih dekat kepada manusia ketimbang urat nadi manusia itu. Namun, lanjut al-Raghib, kedekatan-Nya tidaklah bersifat fisik seperti dibayangkan Nabi Musa dalam dialog di atas, melainkan bersifat rohani dan spiritual.
Allah mendekati hamba-Nya melalui petunjuk dan limpahan nikmat dan karunia-Nya yang tak terhingga banyaknya. Inilah makna kedekatan Allah kepada manusia.
Lalu, bagaimana dengan kedekatan manusia kepada-Nya? Menurut al-Ashfahani, kita dapat mendekati-Nya secara rohani pula, yaitu menghiasi diri sebanyak mungkin dengan ''sifat-sifat'' Allah, seperti sifat pengasih dan penyayang.
Setiap kita tentu berbeda-beda kedekatannya dengan Allah, bergantung dan setingkat dengan upaya yang kita lakukan.
Menurut Syekh al-Islam Ibnu Taimiyyah dalam sekian banyak karyanya, orang-orang yang mendekatkan diri kepada Tuhan dapat diklasifikasi menjadi dua kelompok.
Pertama, kelompok al-muqtashidun, kelompok sedang atau pertengahan, yaitu orang-orang yang mendekati Allah dengan menjalani semua kewajiban dan menjauhi semua larangan Allah SWT.
Kedua, kelompok al-muqarrabun, kelompok terdepan, yang mendekati Allah bukan saja dengan melakukan seluruh kewajiban dan menjauhi semua larangan, melainkan juga melengkapi diri dengan berbagai ibadah-ibadah sunnah (al-mandubat). Bahkan mereka mampu menjadikan semua aktifitasnya, meski tidak bersifat khas keagamaan, bermakna dan memiliki nilai pengabdian.
Allah akan menyambut hamba-Nya yang dengan tulus dan ikhlas hendak kembali ke jalan-Nya. Dalam sebuah hadits qudsi yang sangat populer di kalangan kaum sufi, Allah SWT berfirman, ''Jika hamba-Ku mendekat kepada-Ku sejengkal, maka aku telah datang menghampirinya sehasta. Jika ia datang kepada-Ku dengan berjalan, maka Aku datang menyambutnya dengan berlari. Dan jika ia datang kepada-Ku dengan berlari, maka aku datang menyongsongnya lebih cepat lagi.''