REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hidup bagaikan roda yang berputar. Hari ini sehat wal afiat, esok lusa mungkin sakit. Hari ini kuat, esok nanti lemah tak berdaya. Hari ini bisa bernapas dengan lega, suatu ketika napas akan meninggalkan raga.
Oleh sebab itu, Rasulullah membimbing umatnya agar sadar dan tahu diri akan makna kehidupan yang selalu mengalami perubahan dan perkembangan dari masa ke masa. Beliau mengajarkan agar jangan sombong dan takabur, sifat arogan dan tinggi hati mesti dieliminir dari dalam hati, diganti dengan sifat penyayang dan penuh kasih.
Beliau pernah bersabda, "Kasihanilah olehmu tiga golongan manusia, yaitu: orang terpandang pada satu kaum yang kemudian jatuh terhina, orang kaya raya yang jatuh bangkrut, dan orang yang berilmu berada di kalangan orang bodoh" (HR Al-'Askari dalam Mukhtar al-Ahadits).
Dari hadis di atas, terdapat tiga golongan yang perlu disayangi. Pertama, orang terpandang, terhormat pada suatu kaum, lalu jatuh terhina. Orang ini mesti disantuni dan disayangi dalam ajaran Rasul.
Orang yang sedang jatuh terhina, kondisi batinnya sedang goyah dan lemah, pada saat itu dia memerlukan kehadiran seseorang yang mampu memberikan dorongan dan hiburan. Diharapkan, dengan kehadiran saudaranya yang datang membawa kasih sayang, dia akan menyadari segala kesalahan dan kekhilafan selama ini dan melakukan taubat nashuha untuk menebus semua kesalahannya serta bersedia mengembalikan semua milik orang lain yang dulu pernah dirampasnya.
Kedua, orang kaya raya yang jatuh bangkrut dan melarat mestilah dikasihani. Sebelumnya harta melimpah, segala maksud dan keinginan selalu terpenuhi, sekarang semua fasilitas tersebut sudah tidak ada. Orang yang mengalami kondisi seperti ini batinnya sangat lemah, pertimbangan akalnya tidak normal, dengan kedatangan saudaranya membawa perhatian dan kasih sayang diharapkan timbullah keinsafan dan terbuka hatinya menerima kebenaran dan bertaubat dari segala dosa dan kesalahan.
Terakhir, orang berilmu berada di tengah-tengah orang yang bodoh. Orang ini patut dikasihani, sebab kehadirannya di tengah masyarakat yang bodoh tersebut tidak berarti sama sekali. Ilmu yang begitu tinggi nilainya tidak ada harganya sama sekali bagi masyarakatnya. Orang alim ini kalau tidak diberi perhatian niscaya dia juga akan mengikuti kebodohan masyarakatnya, atau sebaliknya dia akan membodohi masyarakat tersebut. Akibatnya, orang lain tersesat dan dia telah menyesatkan dan dosa kesesatan tersebut akan kembali kepadanya.