REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Syahidnya Kepala Biro Politik Hamas Yahya Sinwar oleh peluru tentara Israel di Rafah, Gaza selatan, pada Kamis (17/10/2024), dinilai tidak akan berdampak besar terhadap api perlawanan di Gaza.
Daniel Byman, seorang profesor di Sekolah Layanan Luar Negeri Universitas Georgetown, mengatakan, pembunuhan tersebut hanya bermakna berkurangnya satu pemimpin dalam Perlawanan Palestina. Bayman menegaskan, Hamas masih jauh dari kata menyerah karena "Israel" menghadapi tantangan yang lebih kompleks pada hari-hari berikutnya di Gaza.
Byman menulis dalam Foreign Policy, menjelaskan, Hamas menderita kehilangan banyak pemimpinnya seperti Ismail Haniyeh dan [diduga] Mohammed Deif, Perlawanan masih akan memiliki anggota baru yang meski kurang berpengalaman tetapi siap mengambil alih.
Menurut Byman, kematian Sinwar memang dapat meningkatkan kemungkinan gencatan senjata, karena ia lebih agresif terhadap Israel. Dia menjelaskan, strategi Sinwar adalah membiarkan pendudukan terus-menerus merusak reputasinya di seluruh dunia dan hubungannya dengan AS, tulis Al-Mayadeen.
Menurut Byman, serangan brutal Israel terhadap Gaza merupakan kisah peringatan bagi para pemimpin masa depan dalam perlawanan tentang bahaya menghadapi musuh yang kejam. Dia mencatat bahwa Hamas mungkin merasa diuntungkan untuk berkumpul kembali dan membangun kembali di tengah klaim penjajah yang telah membunuh sepertiga pejuangnya sebagaimana telah membunuh 42.000 warga Palestina.
Di sisi lain, para pemimpin baru juga dapat memilih untuk mengintensifkan upaya perlawanan mereka. Di bawah Sinwar, Hamas secara signifikan merugikan Israel, menghidupkan kembali perjuangan Palestina, dan mencoreng citranya di mata dunia.
Setelah kehilangan banyak pemimpin, pejuang, dan nyawa warga Palestina yang tak terhitung jumlahnya, ada juga keinginan kuat untuk membalas dendam di antara Perlawanan dan anggotanya.