REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN — Partai Ummat tengah mengembangkan roket yang didukung oleh teknologi artificial intelligence (AI). Roket yang dibangun ini tidak hanya untuk kebutuhan militer, namun juga untuk eksplorasi luar angkasa.
Ketua Umum Partai Ummat, Ridho Rahmadi mengatakan, ide membangun roket ini berawal dari kebutuhan untuk memperkuat pertahanan baangsa Indonesia. Pasalnya, saat ini kekuatan militer Indonesia masih belum memenuhi target.
“Dari sisi alat dan kemampuan militer kalau mengikuti minimum essential force, itu kita baru memenuhi 65 persen dari kebutuhan, termasuk jumlah rudal itu sekitar 1.300-an (yang harus dimiliki TNI),” kata Ridho kepada Republika saat ditemui di kediamannya di Condongcatur, Kabupaten Sleman, DIY, Selasa (15/102024).
Ridho menekankan, kekuatan militer Indonesia masih bergantung kepada luar negeri. Sejumlah persenjataan militer bahkan dibeli dari luar negeri, termasuk rudal.
Tidak hanya itu, pengembangan roket di Indonesia juga masih minim dan lambat. Roket ataupun rudal yang dimiliki Indonesia saat ini juga masih tertinggal dari negara-negara maju.
Hal ini membuat pihaknya ingin berkontribusi dengan mengajak putra-putri bangsa membangun roket, baik untuk meningkatkan pertahanan militer maupun untuk eksplorasi luar angkasa.
“Apalagi sekarang kita hidup di tengah-tengah zaman di mana peperangan itu tidak hanya di masa lalu, tapi sedang terjadi di belahan dunia yang tidak jauh dari kita. Maka NKRI juga harus mengantisipasi, (perang) itu bisa saja terjadi di negeri ini. Apalagi kita negara kepulauan, tentu konfigurasi pertahanannya tidak sesimpel negara memiliki satu lang, satu tanah yang utuh,” ucap Ridho yang merupakan pakar IT dari Universitas Islam Indonesia itu.
Dilengkapi dengan AI, teknologi tersebut akan menjadi otak pengendalinya. Roket ini nantinya juga akan dibangun dengan propelan atau bahan bakar hybrid.
“Dan itu semua didukung dengan teknologi AI, karena kita butuh otak di dalam roket tersebut, dan AI yang pas untuk hal tersebut,” jelas Ridho.
Ridho pun menjabarkan empat tahapan dalam pembuatan dan pengembangan roket ini. Tahap pertama yakni dengan menguji bahan bakar dalam skala tubuh roket yang lebih kecil menggunakan propelan solid.
“Kita ingin menggunakan propelan yang solid seperti parafin dan lain sebagainya, itu akan kita coba untuk terbang vertikal dulu. Itu tahap pertama, kira-kira target kita nanti dua sampai tiga kilometer untuk terbang vertikal,” katanya.
Pada tahap kedua, pihaknya akan mengembangkan roket dengan propelan hybrid, yakni menggabungkan propelan antara solid dan liquid. Dengan menggabungkan propelan solid dan liquid ini, diharapkan bisa meminimalisasi kekurangan dari masing-masing bahan bakar roket tersebut.
Untuk tahap ketiga, pihaknya ingin mengembangkan roket yang mampu mendaratkan dirinya kembali ke permukaan bumi. Artinya, roket yang dikembangkan bisa digunakan kembali atau reusable.
“Kalau konsep dia terbang vertikal seperti eksplorasi keluar angkasa, dia bisa kembagi, dan digunakan lagi seperti SpaceX (milik) Elon Musk itu. Tapi beda lagi kalau yang untuk militer yang (ada) hulu ledak, biasanya dia memang meledak. Jadi kita ingin menguji yang vertikal, dan nanti bisa kembali lagi,” ucap Ridho.
Pada tahap keempat, pihaknya akan mengembangkan roket dalam skala tubuh yang lebih besar dengan daya jelajah yang jauh. Selain itu, pengembangan roket di tahap keempat ini juga diharapkan bisa mengangkut beban yang lebih besar.
“Di sini kita ingin tahap di ukuran (roket) sebenarnya. Dengan bertambah ukuran, kita bisa memasukkan propelan yang jauh lebih besar, sehingga dia memang untuk kebutuhan di dunia nyata, baik militer ataupun eksplorasi luar angkasa, atau skenario lain yang itu memang bisa memenuhi kebutuhan tersebut,” katanya.
Meskipun masih dalam tahap pengembangan, pihaknya sudah menyiapkan nama untuk roket tersebut yakni ROS-13. Nama tersebut terinspirasi dari ibunda Ridho yakni Rosladiah.
“Pekan lalu ibu saya sempat dirawat di Yogya, dan meninggal 10 Oktober (2024) kemarin. Dari situ sekalian saya ada pikiran untuk mengabadikan nama ibu saya dalam roket itu. ROS itu nama ibu saya, Rosladiah, dan 13 itu tanggal lahir saya,” jelas Ridho.
Pembuatan roket tersebut tentu membutuhkan waktu yang tidak sedikit. Namun, Ridho menyebut untuk tahap pertama diharapkan dapat diselesaikan pada akhir 2024 ini.
“Ini bertahap dulu, cuma kita memang berlomba dengan waktu. Kita harapkan bisa mempercepat karena ada kebutuhan di lapangan,” kata peraih gelar doktor di bidang Data Science & Machine Learning dari Universitas Radboud di Nijmegen, Belanda itu.
Ridho pun tidak menampik dalam pengembangan roket ini membutuhkan biaya yang besar hingga nantinya sampai ke tahap keempat. Untuk itu, juga diharapkan adanya dana besar yang bisa mendukung percepatan realisasi pengembangan roket tersebut.
“Ada dua variabel yang penting (dalam pengembangan roket) yakni variabel waktu, ini kita coba maintain, tapi juga ada faktor dana. Karena ini memang swadaya, harapannya kita mungkin ada dana-dana yang masuk untuk men-support proyek besar ini untuk mempercepat realisasinya,” jelasnya.
Dengan dibuat dan dikembangkannya roket ini, diharapkan dapat menjadi salah satu milestone konkret bagi Indonesia. Terlebih roket yang dikembangkan juga untuk kebutuhan eksplorasi luar angkasa.
“Jadi bangsa-bangsa yang maju itu selalu ditandai dengan kemampuan mengeksplorasi luar angkasa. Kalau kita nanti bisa dalam mungkin lima tahun menunjukkan satu milestone yang konkret, dan mampu membuat roket yang bisa mengantarkan pilot baik awak maupun yang lebih kecil keluar, itu nanti jadi satu capaian yang luar biasa bagi Indonesia. Tentunya menjadi meningkatkan daya saing kita, dan meningkatkan kepercayaan diri kita,” ujarnya.