REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seorang sahabat, Abu Dzar al-Ghifari, bertanya kepada Nabi Muhammad SAW. Ketika itu, ia ingin mengetahui alasan di balik tidak adanya jabatan yang beliau berikan untuknya.
"Ya Rasulullah, mengapa engkau tidak memberikan jabatan apa-apa kepadaku?" tanya sang sahabat.
Sambil menepuk bahu lelaki yang zuhud itu, Rasulullah SAW menjawab, "Wahai Abu Dzar, kau seorang yang lemah, sedangkan jabatan itu adalah amanah."
"Sebagai amanah, jabatan kelak pada hari kiamat hanya akan menjadi penyesalan dan kehinaan, kecuali bagi orang yang dapat menunaikan kewajiban dan tanggung jawabnya," kata Nabi SAW lagi.
Pesan Rasulullah SAW itu tidak hanya tertuju untuk Abu Dzar, melainkan juga seluruh umatnya. Nadanya seperti mengancam, tetapi sesungguhnya Nabi SAW peduli pada dan mewanti-wanti kaum Muslimin.
Ada tiga kriteria pejabat atau pemikul jabatan yang tersirat dalam pesan di atas. Ketiganya adalah amanah, mengambil dengan benar, dan menunaikan dengan baik.
Kriteria di atas bukanlah sederhana. Sebab, pejabat dalam gambaran Nabi adalah pekerja bagi orang banyak, bukan sekadar penguasa. Dan pekerja seperti digambarkan oleh Alquran haruslah orang yang kuat dan terpercaya. "Sesunguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya," (QS al-Qashas: 26).
Makna kuat pada ayat di atas adalah kuat bekerja dalam memimpin. Adapun maksud amanah (dapat dipercaya) adalah tidak berkhianat dan tidak menyimpang, dengan motif karena takut kepada Allah. Maka, sebagai pekerja untuk umat, sifat kuat bekerja adalah prasyarat penting pejabat. Tetapi, yang lebih penting lagi adalah menjaga sifat amanah yang bisa hilang karena tuntutan pekerjaannya.