SumatraLink.id – Jenderal Soeharto yang mengemban amanat Surat Perintah 11 Maret 1966 mendapat perintah tugas dari Siang Umum ke IV MPRS untuk membentuk kabinet baru. Kabinet itu bernama “Kabinet Ampera”, yang menggantikan “Kabinet 100 Menteri” bentukan Presiden Soekarno.
Amanat tersebut dilaksanakan Soeharto dengan tujuan mengembalikan kemurnian Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945 pasca tragedi “Gerakan 30 September 1965”. Pada Kabinet 100 Menteri yang dikenal “Kabinet Dwikora II” yang berangotakan 100 menteri terdapat sejumlah menteri yang terindikasi pemberontakan G30S/PKI.
Jenderal Soeharto terpaksa menyusun kembali Kabinet Dwikora sebagai akibat dari pengamanan para menteri yang terlibat gerakan tersebut. Terdapat 15 menteri yang terindikasi gerakan tersebut diamankan pada 18 Maret 1965. Pengamanan para menteri tersebut dinilai menghambat kebijaksaan pimpinan negara.
Pada 25 Juli 1966, Soeharto berhasil membentuk kabinet baru bernama Kabinet Ampera (Amanat Penderitaan Rakyat). Jumlah kabinet ini sangat sedikit hanya 24 orang yang berasal dari Partai Politik (Parpol), Nonparpol, dan unsur ABRI.
Pembentukan Kabinet Ampera ini, setelah Soeharto berkonsultasi dengan MPRS, DPRGR, dan sejumlah parpol dan ormas. Upaya Soeharto ini mendapat dukungan dari semua pihak, termasuk Presiden Soekarno.
Berdasarkan hasil Sidang Umum MPRS, yang dinilai sebagai landasan kepemimpinan Orde Baru, maka banyak yang menyebutkan Kabinet Ampera ini cikal bakal (pertama) dari kabinet era Orde Baru pimpinan Soeharto. Kabinet ini memiliki Dwi Darma dan Catur Karya yang menjadi ciri khas Orde Baru.
Diantaranya, tatanan baru dalam seluruh kehidupan rakyat, bangsa dan negara yang diletakkan kembali kepada kemurnian pelaksanaan UUD 1945. Orde Baru juga merupakan koreksi total terhadap penyelewengan-penyelewengan di segala bidang yang terjadi pada era sebelumnya.
Selain itu, menyusun kembali kekuatan bangsa dan menciptakan cara-cara yang tepat untuk menumbuhkan sabilitas nasional jangka panjang sehingga mempercepat proses pembangunan bangsa berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Catur Karya Kabinet Ampera yakni perbaikan peri kehidupan rakyat, terutama bidang sandang dan pangan, mengadakan pemilihan umum, menjalankan politik luar negeri yang bebas dan aktif untuk kepentingan nasional, dan meneruskan perjuangan anti-imperialisme dan kolonialisme dalam segala bentu dan manefestasinya.
Kabinet Ampera ini mendapat tantangan tugas yang berat, karena seluruh catur darma harus dilaksanakan dan diselesaikan selama dua tahun hingga terselenggaranya Pemilu tahun 1968. Untuk itu, segenap nomenklatur pemerintahan disiapkan untuk bekerja seefektif dan seefisien mungkin sampai pemilu.
Lembaga-lembaga tinggi negara seperti Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung, Badan Pemeriksa Keuangan, Bank Sentral pada masa pemerintahan Orde Lama dimasukkan dalam Kabinet Ampera dikembalikan pada posisi sewajarnya sesuai dengan perintah UUD 1945.
Pada bidang politik luar negeri, pada Kabinet Ampera ini dilakukan secara orisinil. Yakni penghentian politik konfrontasi terhadap negara tetangga Malaysia yang diawali perundingan antar kedua negara sesama rumpun melayu. Politik konfrontasi terhadap Malaysia nerakhir pada 11 Agustus 1966.
Sedangkan di bidang ekonomi, pemerintahan cikal bakal Orde Baru ini menjalankan program penertiban dan penghematan pengeluargan uang negara di semua bidang. Upaya ini sebagai bentuk untuk mencapai anggaran belanja yang seimbang dan menekan defisit.
Kebijakan lain, yakni menyederhanakan prosedur ekspor dan impor, sistem perbanka ditertibkan. Kemudian melakukan hubungan antarnegara dalam perbankan internasional untuk memperbaiki keadaan ekonomi saat itu, dan juga pembangunan negara ke depan. (Mursalin Yasland/berbagai sumber)