Selasa 22 Oct 2024 17:33 WIB

Pengamat Hukum Dukung Penuh Komitmen Prabowo Perangi Korupsi

Salah satu pemicu korupsi adalah lemahnya sistem dan kurangnya teladan dari pemimpin.

Presiden Prabowo Subianto (kanan) memberikan ucapan selamat kepada Sekretaris Kabinet Mayor Teddy Indra Wijaya (kiri) usai upacara pelantikan wakil menteri Kabinet Merah Putih di Istana Negara, Jakarta, Senin (21/10/2024). Presiden Prabowo Subianto melantik 56 wakil menteri Kabinet Merah Putih periode 2024-2029.
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Presiden Prabowo Subianto (kanan) memberikan ucapan selamat kepada Sekretaris Kabinet Mayor Teddy Indra Wijaya (kiri) usai upacara pelantikan wakil menteri Kabinet Merah Putih di Istana Negara, Jakarta, Senin (21/10/2024). Presiden Prabowo Subianto melantik 56 wakil menteri Kabinet Merah Putih periode 2024-2029.

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Pengamat hukum yang juga pegiat antikorupsi, Hardjuno Wiwoho mendukung penuh komitmen Presiden Prabowo Subianto dalam memerangi korupsi yang makin tumbuh subur di Indonesia.

Pasalnya, korupsi di Indonesia bukan hanya tentang perilaku individu, tetapi juga mencerminkan lemahnya sistem dan kurangnya teladan dari pemimpin.

Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto dalam pidato pelantikannya sebagai Presiden Republik Indonesia periode 2024-2029 mengutip pepatah "ikan busuk dari kepala".

Menurut kandidat Doktor Hukum dan Pembangunan dari Universitas Airlangga (Unair) ini, pepatah tersebut memiliki makna yang sangat relevan dalam konteks pemberantasan korupsi di Indonesia.

Pepatah itu mengisyaratkan bahwa jika ada kerusakan atau keburukan dalam suatu sistem, terutama dalam hal ini negara, maka kerusakan tersebut sering kali dimulai dari pimpinannya.

Pidato Presiden Prabowo kata Hardjuno secara tidak langsung menyoroti bahwa selama ini masih banyak pemimpin yang belum memberi contoh baik dalam hal integritas dan pemberantasan korupsi.

Bahkan, banyak dari mereka yang justru terjerat kasus korupsi itu sendiri.

Hardjuno mengaku sejarah korupsi di Indonesia telah menunjukkan banyak contoh di mana para pejabat tinggi, termasuk pemimpin di tingkat nasional, terlibat dalam skandal korupsi yang merugikan negara.

“Bukan hanya satu atau dua kasus, tapi kita bisa melihat banyaknya mantan menteri, kepala daerah, hingga pejabat tinggi lainnya yang ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ini menunjukkan bahwa memang ada masalah serius di tingkat pemimpin," kata Hardjuno.

Dia menambahkan bahwa korupsi di Indonesia kini berjamah. Salah satu pemicunya lemahnya sistem dan kurangnya teladan dari pemimpin.

"Jika seorang pemimpin tidak bersikap tegas dan berintegritas dalam menegakkan hukum, maka ini akan merembes ke bawah dan mempengaruhi seluruh aparat negara. Inilah yang dimaksud dengan 'ikan busuk dari kepala.' Kerusakan di pucuk pimpinan bisa dengan mudah menyebar ke seluruh bagian,” ujarnya.

Hardjuno juga mengakui tidak semua pemimpin Indonesia berprilaku korup.

Terbukti, masih ada pemimpin yang bersih dan berintegritas.

Akan tetapi tidak bisa dipungkiri bahwa banyak pemimpin lainnya yang justru memanfaatkan kekuasaannya untuk kepentingan pribadi.

“Kita sudah melihat bagaimana banyak pemimpin yang menggunakan jabatannya untuk memperkaya diri dan lingkungannya, bahkan ketika rakyat masih mengalami kesulitan ekonomi. Hal ini menjadi bukti bahwa kepemimpinan yang korup telah menjadi salah satu faktor utama yang menghambat kemajuan bangsa,” kata Hardjuno.

Dalam pidatonya, Presiden Prabowo juga menyinggung pentingnya pejabat negara untuk hidup bersih dan menjadi teladan bagi rakyat.

Menurut Hardjuno, ini adalah ajakan yang sangat tepat di tengah situasi di mana masyarakat sering kehilangan kepercayaan terhadap para pemimpin mereka.

“Pidato Prabowo adalah pengingat keras bahwa pemimpin bukan hanya pengambil kebijakan, tetapi juga harus menjadi contoh moral dan etika bagi masyarakat. Ini bukan hanya soal kebijakan anti-korupsi, tetapi juga tentang bagaimana pemimpin hidup dan menjalankan tugasnya sehari-hari," ujar Hardjuno.

Ia menambahkan bahwa reformasi birokrasi dan penegakan hukum harus dimulai dari pemimpin.

"Jika pemimpinnya berani mengambil langkah-langkah tegas terhadap korupsi, maka ini akan menjadi sinyal kuat bagi semua aparat di bawahnya. Sebaliknya, jika pemimpin terlihat lunak atau bahkan terlibat dalam korupsi, maka tidak ada harapan bagi sistem untuk berubah," jelasnya.

Lebih jauh, Hardjuno menilai bahwa salah satu langkah penting untuk memberantas korupsi adalah memperkuat penegakan hukum yang independen.

"Lembaga seperti KPK, kepolisian, dan kejaksaan harus benar-benar dibebaskan dari intervensi politik. Kita sering melihat bagaimana proses hukum terhadap pejabat tinggi dapat terganggu oleh tekanan politik atau kekuatan lainnya," katanya.

Hardjuno juga menekankan pentingnya membangun budaya integritas sejak dini, terutama di kalangan pejabat publik.

"Selain penegakan hukum, kita juga perlu membangun sistem pendidikan dan pelatihan yang menekankan pentingnya integritas, transparansi, dan akuntabilitas. Hanya dengan cara ini kita bisa menciptakan generasi pemimpin yang lebih baik di masa depan," katanya

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement