REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Yudisial (KY) sampai saat ini belum menerima laporan dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) terkait vonis majelis hakim PN Pangkal Pinang terhadap terdakwa kasus timah, Toni Tamsil. Anggota KY sekaligus Juru Bicara KY, Mukti Fajar Nur Dewata mengatakan, KY telah melaksanakan tugas dan kewenangan dengan menurunkan tim investigasi untuk melakukan penelusuran awal.
"Berdasarkan hasil sementara, tidak ada catatan terkait dugaan pelanggaran KEPPH oleh majelis hakim dan vonis 3 tahun yang dijatuhkan majelis hakim juga masih sesuai dengan tuntutan jaksa, yaitu 3 tahun 6 bulan," kata Mukti kepada wartawan, Selasa (22/10/2024).
Mukti menjelaskan, perkara yang melibatkan terdakwa Toni Tamsil bukanlah pokok perkara tentang tindak pidana korupsi. Sebab, Toni Tamsil 'hanya' terlibat obstruction of justice yaitu dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan perkara tindak pidana korupsi dalam tata niaga komoditas timah di wilayah Ijin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah, Tbk tahun 2015 sampai dengan tahun 2022.
"Ia (Toni Tamsil) dinilai telah mencegah dan merintangi proses penyidikan, serta memberikan keterangan tidak benar sebagai saksi dalam tindak pidana korupsi dalam tata niaga komoditas timah tersebut," ujar Mukti.
Di sisi lain, KY sempat mempersilakan publik jika ingin melaporkan majelis hakim Pengadilan Negeri Pangkal Pinang terkait dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) disertai bukti.
"Publik dapat melaporkan apabila ada dugaan pelanggaran kode etik hakim disertai dengan bukti pendukung, sehingga nantinya laporan tersebut dapat ditindaklanjuti oleh KY sesuai prosedur yang ada," ujar Mukti.
Dalam pembacaan putusan, majelis hakim memutuskan terdakwa Tony Tamsil melanggar Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sehingga dijatuhi pidana 3 tahun penjara dipotong masa tahanan serta membayar biaya perkara Rp 5.000. Vonis itu lebih ringan daripada tuntutan jaksa yang meminta terdakwa dihukum 3 tahun 6 bulan penjara serta denda Rp 200 juta. Vonis ini menjadi perhatian publik karena besarnya kerugian di kasus timah.