REPUBLIKA.CO.ID, MAKKAH -- Suatu ketika, Ibrahim bin Adham sedang berjalan dengan serombongan jamaah haji. Mereka tiba di suatu benteng yang sudah lama ditinggalkan.
Di depan benteng itu terdapat semak belukar yang tumbuh liar.
"Baiklah, kita bermalam di sini. Karena tempat ini banyak semak belukar sehingga kita bisa membuat api unggun," kata pemimpin mereka.
Mereka pun menghidupkan api unggun dan duduk di sekelilingnya. Semuanya memakan roti kering. Sedangkan Ibrahim bin Adham segera menyibukkan diri dengan berdiri dalam sholatnya.
Salah seorang di antara mereka berkata, "Seandainya kita mempunya daging yang halal untuk kita panggang di atas api ini, tentu perut-perut kita akan lebih kenyang lagi!"
Usai sholat, Ibrahim bin Adham bangkit dan berkata kepada mereka, "Sudah pasti Allah dapat memberikan daging yang halal kepada kalian."
Kemudian Ibrahim bangkit dan melanjutkan sholatnya kembali. Tidak lama setelah itu, terdengarlah auman seekor singa yang menyeret seekor keledai liar. Singa itu menghampiri mereka.
Keledai itu pun dilepaskan di hadapan mereka seolah-olah dibiarkan agar diambil rombongan tersebut. Mereka pun mengambilnya.
Kemudian mereka memanggang daging keledai itu untuk kemudian mereka makan. Sementara singa tadi duduk memperhatikan segala tingkah laku mereka.
Syekh Ibrahim bin Adham (718-782) lahir di tengah komunitas orang Arab Kota Balkh, daerah Khurasan timur (kini bagian dari Afghanistan). Ulama yang sezaman dengan generasi tabiin itu adalah keturunan Umar bin Khattab.
Sumber: 198 Kisah Haji Wali-Wali Allah / Abdurrahman Ahmad As Sirbuny