REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Sebelum Islam mensyariatkan puasa, umat Yahudi telah lebih dulu melakukannya. Namun ingat, puasa antara keduanya memiliki perbedaan makna dan ritualnya.
Di dalam Islam puasa dikenal menjadi dua, yakni puasa yang bersifat wajib dan sunnah. Puasa juga dilakukan dalam rangka menahan diri dari makan, minum, emosi, dan nafsu. Dimulai dari waktu sebelum datangnya fajar hingga terbenamnya matahari.
Dalam buku Sejarah Puasa karya Ustaz Ahmad Sarwat dijelaskan, Puasa umat Muslim memiliki rujukan waktu, teknis, aturan, hingga segala detailnya. Puasa umat Islam sangat spesifik, unik, dan khusus.
Perbedaan lainnya antara puasa umat Islam dengan umat dari agama-agama terdahulu adalah segi keringanannya. Bahkan di dalam rangkaian ayat tentant kewajiban puasa di bulan Ramadhan, Allah SWT telah menegaskan bahwa Dia menginginkan kemudahan bagi segenap hamba-Nya.
Allah berfirman dalam Alquran surat Al Baqarah ayat 185, "Yuridullahu bikumul-yusra wa laa yuridu bikumul-usra." Yang artinya, "Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu."
Sedangkan, puasa untuk umat Yahudi bermakna menahankan diri keseluruhannya dari makanan dan minuman. Menggosok gigi bahkan diharamkan pada puasa hari besar seperti Yom Kippur dan Tisha B'av, tapi hal ini tak berlaku di puasa hari kecil.
Dalam teknisnya, puasa orang Yahudi juga tidak dibenarkan memakan obat, kecuali ada rekomendasi dari dokter. Dan umumnya, umat Yahudi mengamalkan ritual ibadah tersebut sampai enam hari dalam setahun.
Tentunya, maksud dan tata cara berpuasa antara orang Yahudi dengan umat Islam sangatlah berbeda.