Kamis 24 Oct 2024 16:45 WIB

Duh, BUMN Tekstil Ini Sudah PHK Ratusan Karyawan, Restrukturisasi atau Tutup?

Perusahaan alami penurunan kinerja karena tidak bisa bersaing dengan tekstil impor.

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Lida Puspaningtyas
Pedagang menata barang dagangan di salah satu kios di Pasar Cimol Gedebage, Kota Bandung, Jawa Barat, Kamis (8/6/2023). Tekstil impor membuat industri industri dalam negeri tak bisa bersaing.
Foto: ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
Pedagang menata barang dagangan di salah satu kios di Pasar Cimol Gedebage, Kota Bandung, Jawa Barat, Kamis (8/6/2023). Tekstil impor membuat industri industri dalam negeri tak bisa bersaing.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota holding BUMN Danareksa, PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) berkomitmen menyelesaikan mandat untuk melakukan restrukturisasi PT Primissima (Persero). Direktur Utama PPA Teguh Wirahadikusumah mengatakan kinerja Primissima saat ini terus mengalami penurunan kinerja belasan tahun terakhir.

Teguh menyampaikan tren penurunan kinerja keuangan tersebut menyebabkan Primissima mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan operasionalnya seperti tersendatnya pembayaran gaji karyawan di mana karyawan hanya menerima 20-30 persen gaji. Puncaknya, ucap Teguh, Primissima tidak dapat membayarkan gaji karyawan dan listrik sejak April 2024 yang berdampak pada penghentian kegiatan operasional perusahaan dan merumahkan 402 karyawan sejak Juni 2024.

Baca Juga

"Sebelum berhenti beroperasi, kegiatan usaha terus mengalami penurunan yang signifikan dengan indikator sesuai Laporan Keuangan unaudited 2023, mencatatkan rugi bersih sebesarRp 21 miliar dan total ekuitas negatif Rp 17 miliar," ujar Teguh dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (24/10/2024).

Teguh menyebut kondisi ini disebabkan oleh tantangan berat yang terus dihadapi industri tekstil di Indonesia dalam beberapa tahun ini yang dipengaruhi berbagai faktor. Salah satu indikasinya dapat dilihat berdasarkan Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan kinerja ekspor industri tekstil Indonesia di 2023 mencapai 1,49 juta ton atau turun 2,43 persen dibanding 2022.

Teguh mengatakan hal ini berbanding lurus dengan nilai ekspornya yang turun 14,78 persen menjadi sekitar 3,6 miliar dolar AS sehingga membukukan penurunan selama dua tahun beruntun, bahkan volume ekspor 2023 menjadi volume terkecil dalam sembilan tahun terakhir. Selain itu, lesunya permintaan domestik dan semakin banyaknya produk impor ilegal semakin memperlemah ketahanan industri tekstil

nasional.

"Beberapa faktor turut mempengaruhi keberlanjutan bisnis Primissima, seperti inefisiensi operasional dikarenakan mesin-mesin produksi yang sudah tua dan juga daya saing produk yang rendah dalam menghadapi rivalitas bisnis serta serbuan impor di bidang tekstil," sambung Teguh.

photo
Sejumlah pekerja korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) melakukan saksi demontrasi di kantor perusahaan tekstil PT. Primissima, Sleman, Yogyakarta, Selasa (1/9). - ( Antara/Andreas Fitri Atmoko)

Teguh menyampaikan hal tersebut diperparah dengan besarnya kewajiban keuangan dann ketidakmampuan Primissima dalam memenuhinya. PPA, lanjut Teguh, melakukan penanganan dan juga dukungan finansial atas permasalahan Primissima sebagai upaya restrukturisasi menyeluruh antara lain mendorong efisiensi operasional dan SDM, memperkuat tata kelola, membantu stabilisasi bisnis, serta restrukturisasi atas kewajiban keuangan.

"Sebagai bagian dalam upaya efisiensi operasional dan SDM, Primissima melakukan langkah strategis dengan memberhentikan seluruh karyawan yang merupakan bentuk kepastian kepada karyawan Primissima setelah belasan tahun mengalami kerugian," kata Teguh.

Teguh mengatakan PPA akan melakukan secara paralel penyelesaian kewajiban melalui restrukturisasi menyeluruh, termasuk kepada karyawan, melalui asset settlement dan atau masuknya investor strategis.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement