Sabtu 26 Oct 2024 06:00 WIB

Muhammadiyah Apresiasi Wacana Perpres Pemutihan Utang Petani dan Nelayan

Prabowo akan tandatangani perpres pemutihan utang jutaan petani, nelayan, dan UMKM.

Ketua PP Muhammadiyah yang juga Wakil Ketua Umum MUI, Buya Anwar Abbas.
Foto: Darmawan/Republika
Ketua PP Muhammadiyah yang juga Wakil Ketua Umum MUI, Buya Anwar Abbas.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Prabowo Subianto akan menandatangani peraturan presiden (perpres) yang mengatur pemutihan kredit bagi nelayan, petani, serta pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Menanggapi wacana itu, Buya Anwar Abbas berharap, nasib mereka benar-benar bisa tertolong dengan akan keluarnya kebijakan dari Kepala Negara tersebut.

Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Bidang UMKM, Pemberdayaan Masyarakat, dan Lingkungan Hidup itu menjelaskan, pemutihan bukanlah hal yang baru. Menurut dia, semua utang tersebut sesungguhnya telah dihapusbukukan sejak lama dan diganti dengan asuransi perbankan.

Baca Juga

Namun, ada dampak yang muncul lantaran hak tagih dari bank terhadap jutaan petani dan nelayan tersebut masih belum dihapuskan. Misalnya, lanjut Buya Anwar, mereka hingga saat ini masih memiliki masalah pada Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

"Dengan adanya perpres tersebut, diharapkan akan bisa memulihkan akses penyaluran kredit atau pembiayaan kepada UMKM sehingga para petani dan nelayan serta usaha UMKM tersebut bisa kembali menggeliat," ujar Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) ini kepada Republika, Sabtu (26/10/2024).

Akses terhadap penyaluran kredit perbankan akan menghindarkan jutaan nelayan, petani, dan pelaku UMKM dari jebakan pinjaman online (pinjol) dan rentenir. Menurut Buya Anwar, dua hal tersebut akhir-akhir ini sangat mengusik kehidupan masyarakat.

Sebelumnya, Presiden RI Prabowo Subianto dikabarkan akan menandatangani perpres yang mengatur pemutihan kredit bagi nelayan, petani, dan pelaku UMKM pada pekan depan. Informasi ini disampaikan oleh Hashim Djojohadikusumo, adik Prabowo, dalam acara Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia.

"Ada utang 20 tahun lalu, utang dari krismon (krisis moneter) 1998, utang dari 2008 (krisis ekonomi), utang dari mana-mana, 5-6 juta petani dan nelayan," ujar Hashim di Menara Kadin, Jakarta, Rabu (23/10/2024).

Ia melanjutkan, kondisi demikian menyebabkan para petani dan nelayan ini tidak dapat meminjam dana dari perbankan. "Setiap kali mereka masuk SLIK di OJK ditolak," ujar Hashim.

Utang-utang tersebut telah dihapusbukukan dan diganti dengan asuransi bank. Akan tetapi, hak tagih dari bank belum dihapus sehingga sekitar 5 hingga 6 juta petani dan nelayan itu kesulitan mengajukan kredit pinjaman untuk mengelola usaha. Akhirnya, banyak dari mereka yang jatuh ke jeratan pinjol dan rentenir.

"Saat dengar, kaget saya. Waktu hal itu saya sampaikan ke Pak Prabowo, (katanya) ini harus diubah. Ini tahun lalu ya," tutur Hashim.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement