Senin 28 Oct 2024 20:48 WIB

Hukuman Berat Bagi Hakim Disuap dalam Islam

Dalam Islam, integritas hakim sangat penting.

Rep: Muhyiddin/ Red: Muhammad Hafil
Palu hakim (Ilustrasi). Hakim mengusir Nicolas Gil Pereg sebagai terdakwa kasus dugaan pembunuhan karena terus mengeong, di pengadilan kota Mendoza, Argentina, Selasa (26/10).
Foto: EPA
Palu hakim (Ilustrasi). Hakim mengusir Nicolas Gil Pereg sebagai terdakwa kasus dugaan pembunuhan karena terus mengeong, di pengadilan kota Mendoza, Argentina, Selasa (26/10).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Dalam Islam, integritas hakim sangat penting, dan suap kepada hakim dianggap sebagai kejahatan berat yang merusak keadilan. Islam menegaskan bahwa hakim adalah wakil Allah dalam menegakkan keadilan, dan ketika seorang hakim menerima suap, ia telah mengkhianati amanah dan melakukan dosa besar.

Dalam Alquran dan Hadis, tindakan suap (risywah) digolongkan sebagai dosa besar. Nabi Muhammad SAW bersabda, 

Baca Juga

لَعْنَةُ اللَّهِ عَلَى الرَّاشِي وَالْمُرْتَشِي

“Allah melaknat pemberi dan penerima suap." (HR Abu Daud dan Tirmidzi). Kutukan ini menunjukkan besarnya kejahatan yang dilakukan.

Tidak hanya itu, mediator penerima suap juga akan dilaknat oleh Allah. Tsauban sebagaimana ditulis oleh Asy Syaukani dalam Nailul Authar ( hadits ke-4966), mengatakan, "Rasulullah SAW melaknat penyuap dan penerima suap serta mediatornya. Mediator adalah penghubung antara keduanya."

Hakim yang menerima suap mengkhianati kepercayaan masyarakat. Dalam Alquran Allah SWT berfirman: 

وَلَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوْا بِهَآ اِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوْا فَرِيْقًا مِّنْ اَمْوَالِ النَّاسِ بِالْاِثْمِ وَاَنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ 

Artinya: "Janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada para hakim dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui." (QS AL Baqarah [2]: 188).

Pada bagian pertama dari ayat ini Allah melarang makan harta orang lain dengan jalan batil, yakni cara yang dilakukan tidak menurut hukum yang telah ditentukan Allah.

Para ahli tafsir mengatakan banyak hal yang dilarang yang termasuk dalam lingkup bagian pertama ayat ini, antara lain memakan uang riba, menerima harta tanpa ada hak untuk itu, derta makelar-makelar yang melaksanakan penipuan terhadap pembeli atau penjual.

Kemudian pada ayat bagian kedua atau bagian terakhir melarang menyuap hakim dengan maksud untuk mendapatkan sebagian harta orang lain dengan cara yang batil, dengan menyogok atau memberikan sumpah palsu atau saksi palsu.

Rasulullah SAW bersabda:

إِنَّمَا اَنَا بَشَرٌ وَإِنَّكُمْ تَخْتَصِمُوْنَ إِلَيَّ، وَلَعَلَّ بَعْضُكُمْ أَنْ يَكُوْنَ أَلْحَنَ بِحُجَّتِهِ مِنْ بَعْضٍ فَأَقْضِي لَهُ بِنَحْوِ مَا أَسْمَعُ، فَمَنْ قَضَيْتُ لَهُ مِنْ حَقِّ أَخِيْهِ شَيْئًافَلَايَأْخُذُهُ، فَإِنَّمَا أَقْطَعُ لَهُ قِطْعَةً مِنَ النَّارِ، فَبَكَى الْخَصْمَانِ وَقَالَ كُلُّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا: اَنَا حِلٌّ لِصَاحِبِي فَقَالَ عَلَيْهِ الصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ اِذْهَبَا فَتَوَخَّيَا ثُمَّ اسْتَهِمَا ثُمَّ لِيُحْلِلْ كُلُّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا صَاحِبَهُ (رواه مالك وأحمد والبخاري ومسلم و غيرهم)

Artinya: "Sesungguhnya saya adalah manusia dan kamu datang membawa suatu perkara untuk saya selesaikan. Barangkali di antara kamu ada yang lebih pintar berbicara sehingga saya memenangkannya, berdasarkan alasan- alasan yang saya dengar. Maka siapa yang mendapat keputusan hukum dari saya untuk memperoleh bagian dari harta saudaranya (yang bukan haknya) kemudian janganlah ia mengambil harta itu, maka ini berarti saya memberikan sepotong api neraka kepadanya". (Mendengar ucapan itu) keduanya saling menangis dan masing-masing berkata. Saya bersedia mengikhlaskan harta bagian saya untuk teman saya. Lalu Rasulullah SAW memerintahkan, "Pergilah kamu berdua dengan penuh rasa persaudaraan dan lakukanlah undian dan saling menghalalkan bagianmu masing-masing menurut hasil undian itu ". (HR Bukhari dan Muslim). 

Dalam hukum Islam, hukuman ta’zir (denda atau hukuman yang ditentukan oleh hakim) sering diterapkan bagi pelanggaran yang tidak memiliki hukuman qisas atau hudud yang jelas. Seorang hakim yang menerima suap dapat dijatuhi hukuman berupa denda besar, kurungan, atau dipecat dari jabatannya, tergantung pada tingkat pelanggaran dan dampaknya terhadap masyarakat.

Hakim yang terbukti korup dalam Islam seharusnya tidak diperbolehkan kembali menjabat, karena hilangnya kredibilitas dan kepercayaan masyarakat terhadap keputusannya.

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement