Selasa 29 Oct 2024 15:50 WIB

iPhone 16 Dilarang Dijual di Indonesia, Ekonom: Bentuk Ketegasan Pemerintah

Ia menilai hal itu penting untuk mendorong industri di dalam negeri.

Rep: Frederikus Bata/ Red: Ahmad Fikri Noor
iPhone 16.
Foto: Apple
iPhone 16.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal turut berbicara perihal salah satu isu yang sedang hangat dibahas. Ini tentang keputusan Pemerintah yang belum mengizinkan perilisan ponsel flagship Apple, iPhone 16 di Indonesia.

Faisal menilai pelarangan tersebut bentuk konsistensi penegakan kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dalam syarat untuk berinvestasi. Menurutnya sudah lama diberlakukan. Apple jelas mengetahuinya.

Baca Juga

Ia mengingat beberapa tahun lalu, para investor termasuk di bidang usaha smartphone diminta meningkatkan TKDN-nya. "Lalu Samsung ada comply. Apple hanya mendirikan semacam pusat pelatihan, pusat inovasi di daerah BSD kalau tidak salah. Padahal yang diinginkan sebetulnya adalah peningkatan kandungan lokal dalam produksi barang yang mereka pasarkan di Indonesia. Jadi, artinya supaya iPhone 16 itu yang dipasarkan di Indonesia itu makin lama makin meningkat konten lokal dari Indonesianya," kata Faisal kepada Republika.co.id, di Jakarta, Selasa (29/10/2024).

Ia menilai hal itu penting untuk mendorong industri di dalam negeri. Jika kemudian investor tidak memenuhi apa yang disyaratkan setelah sekian lama, perlu ada langkah yang lebih tegas. "Nah ini memang akan mempengaruhi dari sisi konsumen, tapi kita tahu bahwa konsumen sendiri ini adalah bagian daripada kebijakan di industri."

Intinya, lanjut Faisal perlu ada keseimbangan antara kebijakan di industri bagi produsen dan juga konsumen. Khusus bagi konsumen sebetulnya masih banyak smartphone yang bisa dipakai. "Jadi tidak hanya bergantung pada satu jenis iPhone 16 saja," ujar dia.

Apa yang terjadi, tidak lantas menutup akses bagi konsumen untuk membeli smartphone. Hanya iPhone 16 yang penjualannya masih dilarang. Bukan sesuatu yang permanen tapi bersifat temporer. Ini demi memaksa investor untuk menjalankan apa yang semestinya menjadi kebijakan di Indonesia. Hal-hal semacam itu perlu konsistensi.

"Jadi bukan hanya enforcement saja, konsistensi itu dalam artian memang harus diberlakukan sama kepada seluruh investor, kepada seluruh pelaku ya. Bukan hanya Apple tapi juga Samsung dan dari China misalnya Xiaomi atau apa begitu. Jadi juga harus sama," ujar Faisal.

Berikutnya para investornya juga harus dibantu atau diberikan fasilitasi untuk memenuhi TKDN. Misalnya untuk bisa menyerap produk lokal atau komponen lokal maka investor membutuhkan komponen yang sesuai standar kualitas mereka. "Nah ini kan perlu ada jalan bagaimana supaya produsen di dalam negeri itu bisa mencapai standar tersebut dan bukan hanya standar tapi juga kontinuitas dalam produksi ya.

"Menurut Faisal, ini terkait kluster industri yang diberikan supaya bisa memenuhi kebutuhan utama investor. Lalu TKDN bisa terpenuhi. "Jadi jangan juga lantas tidak diberikan fasilitas, sehingga investor kesulitan untuk meningkatkan TKDN-nya karena mereka masih harus mengorbankan kualitas misalnya ya jika memang supply dari dalam negeri itu tidak memenuhi," ujar dia.

Ia melihatnya dalam konteks yang lebih besar. Kaitannya sampai pada penciptan lapangan pekerjaan di dalam negeri, meningkatkan income masyarakat kelas menengah. Semuanya ini saling terkait dengan strategi perdagangan dari sisi larangan penjualannya, strategi industri dari TKDN-nya dan juga strategi investasi karena berhubungan dengan syarat untuk investasi di industri smartphone di Indonesia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement