Menjadi seorang pekerja perempuan yang kesehariannya beraktivitas di kawasan pelabuhan jelas tak mudah. Apalagi kawasan itu identik dengan area pekerjaan yang serba ‘machois’ yakni penuh dengan dominasi kerja otot kaum lelaki.
Jelas memang susah bagi pekerja perempuan di tempat itu. Area tak sama dengan tempat kerja yang familiar bagi kaum wanita, seperti kantor bank dan instansi pemda misalnya. Yang paling terasa, apalagi kalau pengelola pelabhan tak hirau, maka fasilitas kepada para pekerja perempuan di sana. Salah satu misalnya yang terkesan sepele, adanya toilet bagi kaum perempuan. Fasilitas ini harus terpisah dan harus tersedia apalagi bila si pekerja harus lembur.
Meski begitu, tetap ada saja pekerja perempuan yang berusaha keras eksis di tempat ‘keras’ itu. Salah satunya adalah Susanti Zarman. Maka tak ayal lagi agar bisa hidup sejahtera dan nyaman dalam pekerja, ibu satu orang putera alumni Universitas Jaya Baya, Jakarta, selain dituntut untuk mampu berprestasi dalam bekerja, maka dia harus mau menggalang kerja sama dengan para pekerja lain yang didominasi kaum lelaki. Organisasi itu adalah pekerja pelabuhan.
Salah satu prestasinya pentingnya baru-baru ini adalah menjadi juara ketiga lomba fotografi mengenai para pekerja pelabuhan yang di selenggarakan ITF (Internasional Transport Federation). Organisasi ini menaungi seluruh pekerja pelabuhan yang ada di dunia.
Terkait dengan kemenangan itu, Susanti mengisahkan perasaan terkejutnya seperti ini:
Saat itu, 10 Oktober 2024, saya terbangun pukul 02.00 dini hari mata saya terbuka perlahan, mendadak teringat bukankah hari ini pengumuman ITF Photographi prize 2024? Pada saat yang sama di belahan dunia yang jauh dari tempat saya tinggal, saya pun tahu, sedang berlangsung Kongres ITF di Maroko.
Hal ini untuk pertama kalinya dalam sejarah ITF Kongres Global pekerja pelabuhan diselenggarakan di kawasan dunia Arab. Acara itu digelar untuk menyatukan jutaan pekerja transportasi dan peminmpin serikat pekerja di sektor ini.
Saya memang tidak menghadiri kongres tapi saya adalah peserta dari kompetisi fotografi yang diselenggarakan ITF. Maka saya mempunyai atensi ke acara itu.
Maka, di tengah mata yang masih susah terbuka karena mengantuk, saya pun membuka email dari handphone. Dan, betapa terkejutnya saya. Ternyata ada surat dari ITF yang menyatakan saya adalah pemenang ketiga dari ITF Photography Prize 2024 itu.
Maka saya, sambil mengucapkan syukur kemudian saya merenung mengenai arti dari karya fotografi dan tempat kami bernaung mencari nafkah. Apa sebenarnya yang ingin disampaikan ITF terkait kompetisi itu? Apakah sekedar untuk membuat informasi yang tidak hanya ditujukan kepada semua anggota ITF, namun juga menyambaikan kepada seluruh dunia mengenai dunia kerja tempat kami mencari nafkah?
Harus diakui memang melalui foto yang dikirimkan ITF itu, kami ingin menceritakan kepada semua orang tentang kehidupan kami di dunia kerja yang selalu dituntut mampu bergerak cepat. Semua orang dan lembaga membutuhkan kelancaran selalu arus transportasi barang dan jasa di pelabuhan.
Alhasil, melalui karya fotografi itu kami ingin menyampaikan melalui gambar melintas dunia sebuah cerita tentang orang-orang yang bekerja di tempat, khususnya Pelabuhan Peti Kemas Koja, di Tanjung Priok yang kami cintai .
Melalui media fotografi kami para anggota Federasi Pekerja Transportasi Internasional (ITF) yang berada di lebih dari 150 negara, ingin menyuarakan hak dari sekitar 16,5 juta pekerja transportasi di seluruh dunia. Mereka tidak dapat dipandang sebelah mata karena merekalah setiap sarana transportasi yang membuat dunia dapat terus bergerak. Keringat pekerja di sektor ini memainkan peran penting dalam mendorong perekonomian dan membentuk masyarakat di seluruh belahan dunia.
Maka, melalui sentuhan seni visual fotografi kami mencoba berbagai rasa dan menyatu menyampaikan informasi tanpa membedakan ras dan strata sosial. Apalagi melalui organisasi ITF kami juga mendapat banyak mendapatkan bantuan, baik itu pendidikan, kepemimpinan, dan banyak bantuan lainnya.
Bila hari ini kami menjadi pemenang ketika lomba foto internasional yang diselenggaran ITF, semua itu diraih karena adanya keberuntungan saja. Ini karena ribuan foto tentang suasana kehidupan para pekerja teleh dikumpulkan dan diseleksi selama empat bulan. Yang penting lagi, melalui selembar foto itu kami telah berbagi mengenai sepenggal cerita kisah pahit dan manis, sekaligus kesetiaan kami dalam mengelola peredaran barang dan jasa di Pelabuhan Tanjung Priok di mana kami berada.