REPUBLIKA.CO.ID, GAZA – Situasi kemanusiaan di wilayah utara menjadi tidak tertahankan bagi penduduknya karena serangan tanpa henti dari pasukan Israel. Dahsyatnya pemboman oleh Israel dilaporkan memusnahkan tanpa sisa sejumlah korban.
Kotamadya Beit Lahiya di Gaza utara telah mengumumkan kota tersebut sebagai daerah bencana.
“Kami menyatakan bahwa kota ini adalah daerah bencana akibat perang pemusnahan dan pengepungan Israel, dan kota ini tidak memiliki makanan, air, rumah sakit, dokter, layanan, atau komunikasi,” bunyi pernyataan itu dilansir Aljazirah. Para pejabat Jalur Gaza menuntut pembukaan koridor yang aman untuk membawa pasokan medis, makanan, bahan bakar, dan peralatan pertahanan sipil.
Aljazirah melaporkan, warga dan tim penyelamat masih mencari jenazah di bawah reruntuhan. Banyak sekali yang hilang karena diyakini bahwa tubuh mereka hancur tak tersisa akibat intensitas serangan terhadap rumah keluarga Abu Nasr di Beit Lahiya.
Serangan di kediaman itu membunuh sedikitnya seratus orang termasuk 25 anak-anak. Sedangkan serangan lain terjadi pada larut malam merenggut nyawa sedikitnya 19 orang.
Serangan-serangan berturut-turut ini memberikan tekanan lebih besar pada kru pertahanan sipil di lapangan. Mereka melakukan pekerjaan penyelamatan secara tidak resmi di lokasi-lokasi ini karena militer Israel telah mengancam mereka untuk tidak melakukan operasi di bagian utara Jalur Gaza.
Akibat pengepungan dan serangan tanpa henti Israel 24 hari belakangan, masyarakat di wilayah utara Gaza mengalami kekurangan pasokan bahan pokok, dan serangan terus-menerus yang menghancurkan hampir semua sarana yang mendukung keberadaan mereka.
Masyarakat tidak mempunyai akses terhadap kebutuhan dasar apapun, termasuk layanan kesehatan yang sangat dibutuhkan saat ini, hanya untuk mengobati sejumlah besar korban luka dan meringankan sebagian penderitaan. Tidak ada satupun fasilitas kesehatan yang beroperasi.
Gedung-gedung rumah sakit dan klinik telah berubah menjadi kerangka beton yang berdiri tegak, menjadi kuburan yang sunyi. Mereka tidak memiliki kapasitas untuk menawarkan bantuan medis. Tidak hanya itu, juga terjadi kekurangan makanan, air, dan sumber daya penting lainnya.
Itulah sebabnya pemerintah kota di Beit Lahiya telah menyatakan bahwa bagian utara Jalur Gaza adalah daerah bencana, yang berarti tidak ada lagi yang bisa menopang kehidupan di sana.
Israeli occupation forces continue their relentless bombardment of Beit Lahiya and the Jabalia refugee camp in the northern Gaza Strip. pic.twitter.com/9kZb0kbYFV
— Quds News Network (QudsNen) October 30, 2024
Badan kemanusiaan PBB (OCHA) mengatakan tujuh insiden pembantaian massal dilakukan Israel di Jalur Gaza sore hari tanggal 22 hingga 29 Oktober. Pada 24 Oktober, antara 150-200 orang syahid atau terluka ketika pasukan Israel mengebom 11 blok perumahan di kamp pengungsi Jabalia utara. Pada hari itu juga, setidaknya 17 warga Palestina, termasuk sembilan anak-anak, syahid dan 52 lainnya terluka dalam serangan Israel terhadap sekolah Ash Shuhada di kamp pengungsi pusat Nuseirat.
Hari itu juga, tiga puluh delapan warga Palestina syahid dan puluhan lainnya, kebanyakan wanita dan anak-anak, terluka ketika pasukan Israel menghancurkan beberapa bangunan tempat tinggal selama operasi di daerah Qizan an-Najjar dan al-Manara di selatan Khan Younis. Sekitar 20 orang dilaporkan hilang.
Pada 25 Oktober, 25 orang syahid ketika pasukan Israel mengebom dua rumah di utara Beit Lahiya. Keesokan harinya , sedikitnya 30 orang syahid dan puluhan lainnya luka-luka setelah pasukan Israel menyerang blok perumahan di Beit Lahiya.
Pada 27 Oktober, 11 warga Palestina, termasuk seorang anak perempuan dan empat wanita, syahid ketika pasukan Israel menyerang sekolah Asma yang dikelola UNRWA di kamp pengungsi Shati di Gaza utara. Kemudian pada 29 Oktober, setidaknya 93 warga Palestina syahid atau hilang menyusul serangan Israel lainnya terhadap sebuah bangunan tempat tinggal di Beit Lahiya. Sedangkan serangan terbaru Israel di Beit Lahiya pada Selasa malam menewaskan sedikitnya 19 warga Palestina.