Kamis 31 Oct 2024 14:27 WIB

Sekjen PBB: Tidak Ada Negara yang Kebal Perubahan Iklim

Sektor swasta diminta terlibat dalam upaya penyelematan lingkungan.

Rep: Lintar Satria / Red: Satria K Yudha
Sekjen PBB  Antoni Guterres mengingatkan bahwa tidak ada negara yang kebal dari dampak perubahan iklim.
Foto: AP Photo/Themba Hadebe, File
Sekjen PBB Antoni Guterres mengingatkan bahwa tidak ada negara yang kebal dari dampak perubahan iklim.

REPUBLIKA.CO.ID, CALI -- Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mendesak negara-negara membuat janji baru untuk membantu menyelamatkan keanekaragaman hayati dunia. Ia juga meminta sektor swasta terlibat dalam upaya penyelamatan lingkungan. Dia menegaskan, tidak ada negara yang kebal dari dampak perubaha iklim.

"Alam adalah kehidupan, dan kita sedang berperang melawannya, perang di mana tidak ada pemenangnya," kata Guterres dalam pembukaan Pertemuan Keanekaragaman Hayati PBB (COP16) di Cali, Kolombia, Selasa (29/10/2024).

Ia mengatakan, setiap hari ada spesies yang punah. Setiap menit manusia membuang sampah plastik ke laut, sungai dan danau. "Seperti inilah krisis eksistensial," katanya.

Pertemuan dua pekan ini mendorong kembali kesepakatan untuk melindungi flora dan fauna yang disepakati di Montreal pada 2022 lalu. Termasuk 23 target untuk menyelamatkan keanekaragaman hayati. Pernyataan Guterres disampaikan satu hari setelah negara-negara mengalami kebuntuan dalam negosiasi pendanaan konservasi.

Sebelumnya, delapan pemerintah berjanji menyalurkan dana tambahan sebesar 163 juta dolar AS untuk Dana Kerangka Kerja Keanekaragaman Hayati Global. Tapi menurut pakar angka itu masih belum cukup untuk menyelamatkan alam.

Sejauh ini baru terkumpul 400 juta dolar AS di dana yang akan digunakan untuk mendukung negara-negara dan komunitas untuk melestarikan dan memulihkan tanaman, satwa, spesies dan ekosistem. "Kita membutuhkan lebih banyak komitmen dari lebih banyak negara," kata CEO lembaga amal Fauna & Flora Kristian Teleki.

Perjanjian yang disebut 30 by 30 dan ditandatangani 196 negara 2022 lalu juga menargetkan pelestarian 30 persen daratan dan lautan pada tahun 2030. Saat perjanjian itu ditandatangani baru sekitar 17 persen lahan dan 10 persen lautan yang dilindungi tapi hingga saat ini tidak banyak perubahan signifikan.

Dalam laporan yang dirilis International Union for Conservation of Nature pada Senin (28/10/2024) lalu disebutkan bahwa 38 persen pohon di dunia beresiko punah. Jumlah pohon yang terancam punah juga dua kali lipat dari gabungan burung, mamalia, reptil dan amphibi yang terancam punah.

Dalam pidato sepanjang 40 menit di pembukaan COP16, Presiden Kolombia Gustavo Petro berulang kali menegaskan pentingnya beralih dari bahan bakar fosil ke energi terbarukan. "Untuk menjaga kehidupan planet dan kemanusiaan diperlukan cara lain untuk melakukan produksi," katanya.

Guterres mengatakan tidak ada negara baik miskin maupun kaya yang kebal dari kehancuran yang disebabkan perubahan iklim, hilangnya keanekaragaman hayati, degradasi lahan dan polusi.

"Krisis-krisis lingkungan ini saling berkelindan, mereka tidak mengenal batas, mereka menghancurkan ekosistem dan mata pencaharian, mengancam kesehatan manusia dan membahayakan pembangunan berkelanjutan," katanya.

Ia menyalahkan model-model ekonomi lama yang mendorong masalah-masalah lingkungan. Guterres mengatakan janji-janji finansial harus menjadi aksi nyata dan bantuan ke negara-negara berkembang harus dipercepat. 

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement