Jumat 01 Nov 2024 05:00 WIB

Ilmuwan Tegaskan Perubahan Iklim Picu Banjir Bandang Spanyol

Perubahan iklim membuat bencana semakin intensif.

Rep: Lintar Satria / Red: Satria K Yudha
Kondisi banjir parah melanda salah satu jalanan di Valencia, Spanyol, Rabu (30/10/2024).
Foto: AP/Alberto Saiz
Kondisi banjir parah melanda salah satu jalanan di Valencia, Spanyol, Rabu (30/10/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, MADRID -- Ilmuwan menyatakan kenaikan suhu bumi akibat perubahan iklim menjadi pemicu bencana banjir bandang di Spanyol. Perubahan iklim membuat bencana semakin intensif.

"Tidak diragukan lagi gelombang ledakan air semakin intensif akibat perubahan iklim," kata kepala kelompok ilmuwan internasional yang mempelajari pengaruh perubahan iklim pada peristiwa cuaca ekstrem di Imperial College London, Friederike Otto seperti dikutip BBC, Kamis (31/10/2024).

Baca Juga

"Setiap sepersekian derajat pemanasan akibat bahan bakar fosil, atmosfer dapat menahan lebih banyak uap air, yang menyebabkan curah hujan lebih deras," katanya.

Peneliti cuaca mengatakan kemungkinan besar tingginya curah hujan di Spanyol disebabkan peristiwa alami yang menghantam negara itu pada musim semi dan dingin. Peristiwa itu disebut  "gota fría” atau fría atau DANA (Depresión Aislada en Niveles Altos). Fenomena meteorologi yang cukup unik dan sering terjadi di wilayah Mediterania, termasuk Spanyol. Fenomena ini bisa diibaratkan sebagai "tetesan dingin" yang turun dari atmosfer dan menyebabkan hujan deras dalam waktu singkat.

Peristiwa ini terjadi ketika di lapisan atmosfer yang tinggi, terdapat massa udara dingin yang terisolasi dari udara sekitarnya. Massa udara dingin ini kemudian turun ke lapisan atmosfer yang lebih rendah, menyebabkan suhu udara di sekitar menjadi lebih dingin.

Uap air di udara yang hangat dan lembab mengembun saat bertemu dengan udara dingin, membentuk awan tebal. Awan tebal ini kemudian melepaskan air dalam bentuk hujan deras yang sangat intens.

Para peneliti mengatakan perubahan iklim berdampak langsung pada jumlah hujan yang dibawa oleh awan-awan ini, menaikannya sebanyak 7 persen untuk setiap derajat pemanasan 1 derajat Celsius. Tingginya curah hujan menyebabkan tanah tidak mampu menyerap air dalam jumlah besar.

"Selain peningkatan curah hujan yang ekstrem, kita juga melihat musim panas yang lebih panas yang dapat memanggang tanah dan mengurangi kemampuannya untuk menyerap air," kata Mark Smith, dari University of Leeds.

"Pada gilirannya, hal ini memperkuat efek langsung dari peningkatan intensitas curah hujan karena lebih banyak air yang masuk ke sungai," tambahnya.

Ada juga perdebatan di antara para ilmuwan mengenai apakah dunia yang lebih hangat membuat badai-badai ini bergerak lebih lambat, yang akan mempengaruhi jumlah curah hujan yang mereka hasilkan. Tahun ini beberapa wilayah di dunia dilanda berbagai  jenis badai dan kehancuran yang ditimbulkannya. Pada bulan September, Badai Boris menimbulkan kematian dan kehancuran di beberapa negara di Eropa Tengah, yang lagi-lagi diperparah dengan panasnya suhu udara di Mediterania.

Bencana yang bergerak lambat ini dikatakan oleh para ilmuwan sebagai bencana yang dua kali lebih mungkin terjadi akibat perubahan iklim. Di Spanyol, kurangnya peringatan yang tepat telah menimbulkan kritik bahwa seharusnya ada lebih banyak hal yang bisa dilakukan. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement