REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jenderal bintang dua TNI Angkatan Darat Mayjen TNI Budi Pramono berhasil memecahkan rekor MURI sebagai prajurit TNI AD yang memiliki gelar akademik dan kompetensi terbanyak di Indonesia.
Dalam rentang waktu 30 tahun lebih, Mayjen TNI Associate Prof. Dr. Budi Pramono, S. I. P., S. H., M. A., M.M., M. H., (GSC)., CIQaR., CIQnR., MOS., MCE., CIMMR., mengoleksi 12 gelar akademik dan sertifikasi kompetensi dari berbagai bidang ilmu mulai dari Ilmu Politik, Ilmu Hukum, Ilmu Ekonomi, dan Pertahanan dan Keamanan dari kampus-kampus ternama dalam negeri dan luar negeri.
Berkat prestasinya itu, Ketua Museum Rekor-Dunia Indonesia (MURI) Jaya Suprana menyerahkan piagam penghargaan MURI Nomor 11996/R. MURI/X/2024 kepada Mayjen Budi di Kantor MURI, Jakarta, Kamis.
Dalam acara penyerahan piagam MURI, Jaya Suprana sempat mengulik “kiat-kiat” Budi mengoleksi gelar-gelar akademik di belakangnya.
Budi pun bercerita dia tergugah untuk terus menimba ilmu sejak mendapatkan tugas belajar ke Hull University, Inggris, pada 1997 oleh Presiden Prabowo Subianto, yang saat itu masih menjabat sebagai Komandan Jenderal (Danjen) Kopassus.
Budi, yang saat itu masih berpangkat kapten, menyebut dia mendapatkan tugas belajar itu setelah berhasil melewati serangkaian tes dan seleksi di lingkungan TNI AD. “Dorongan untuk menimba ilmu ini dipicu saat saya menerima tugas belajar untuk mengambil S2 ke Hull University oleh Jenderal Prabowo Subianto pada 1997. Saya ke-trigger karena bersemangat mendapatkan tugas belajar itu,” kata Mayjen Budi Pramono menjawab pertanyaan Jaya Suprana.
Kemudian, selepas merampungkan studinya selama setahun di Inggris, Budi kembali ke Indonesia dan melanjutkan tugasnya sebagai prajurit, tetapi itu tak menyurutkan langkahnya untuk kembali mempelajari bidang ilmu lainnya. Alhasil, Budi kemudian mendapatkan gelar master Ilmu Hukum, master bidang Manajemen, hingga gelar doktor untuk Ilmu Politik pada 2018.
Di Kantor MURI, Budi menyebut keinginannya terus menimba ilmu hingga akhirnya dia mengoleksi berbagai gelar akademik itu karena dia yakin ilmu merupakan senjata paling mematikan. Dia terinspirasi dari seruan Nelson Mandela: “Pendidikan adalah senjata paling kuat yang dapat kamu pakai untuk mengubah dunia”.
Oleh karena itu, dia mengaku tak akan berhenti menimba ilmu. Bahkan saat ini, Mayjen Budi pun dalam proses menyelesaikan pendidikan doktor Ilmu Hukum.
Buat Budi, tak ada kata sulit dalam belajar. Dia mengaku menikmati masa-masa studinya. Alhasil, masa-masa senggang dan waktu libur pun dia gunakan untuk belajar. “Asalkan ada willingness (kemauan, red.) semua bisa diatasi,” kata Budi, yang saat ini bertugas sebagai Staf Khusus Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD).
Dalam lingkup militer, pendidikan yang diterima Budi juga terbilang lengkap. Budi mengikuti rangkaian pendidikan dan kursus Regimental Officer Advanced Course (Suslapa-II) di Australia pada 1996, kemudian di National Security Intelligence Training Course di Taiwan pada 1999.
Dia kemudian menjadi lulusan terbaik (honor graduate) saat menempuh pendidikan Command and General Staff College di School of General Staff and Command di Manila, Filipina pada 2001. Dia lanjut terpilih sebagai peserta United Nations Logistics Course di Port Dickson pada 2002, Austfamil Course di Laverton, Australia pada 2003, dan Emergency Management Australia Course pada 2004.
Dalam rentang kariernya, Budi masuk kecabangan Artileri Pertahanan Udara (Arh) selepas lulus Akmil, dan dia berdinas selama kurang lebih 10 tahun di Kostrad, kemudian lanjut ke Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI.
Perwira tinggi bintang dua itu pada 2012 ditugaskan sebagai Atase Pertahanan (Athan) RI di Iran, yang juga membawahi Irak, Azerbaijan, dan Turkmenistan. Dalam penugasannya sebagai athan, dia mendapatkan penghargaan dari Duta Besar RI di Iran dan juga menjabat sebagai dean/ketua asosiasi athan-athan (MAAT) di Teheran, Iran.
Di lingkungan kampus, Mayjen Budi saat ini aktif mengajar di Sekolah Tinggi Hukum Militer (STHM).