REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ada manusia yang ketika memusuhi orang lain menunjukkan kebenciannya. Wajahnya tak senyum. Menjaga jarak, bahkan membenci segala apa yang dikatakan dan dilakukan si musuh, meskipun ada percikan kebaikan di dalamnya.
Bahkan ada yang lebih dari itu. Tak lagi tegur dan sapa, menghentikan komunikasi. Ketika ada yang memulai bicara atau berkomunikasi, hal itu didiamkan alias dicuekin. Memutus silaturahmi dan persaudaraan. Sama sekali tak menganggap orang yang dibenci, sebagai bagian dari dirinya.
Tak hanya itu, bahkan ada yang menjelma menjadi hasad yang mengerikan. Musuh harus dikerdilkan, bahkan harus ‘dihabisi’. Sikap semacam itu menunjukkan berlebihan dalam memusuhi orang lain. Pasti memunculkan energi negatif yang bukan tidak mungkin, akan berbalik ke diri sendiri.
Terkait hal ini, ada baiknya belajar dari Presiden RI ketiga Abdurrahman Wahid atau Gus Dur (1940-2009). Dalam sebuah sesi wawancara bersama Andy F Noya, Gus Dur ditanya tentang siapa orang yang paling bertanggung jawab terhadap pencopotannya sebagai presiden RI. Kemudian Gus Dur menyebut dua nama: Amin Rais dan Megawati.
Namun setelah itu, Andi F Noya menjelaskan, Gus Dur masih saja bertemu dengan keduanya. Ada apakah gerangan? Bukankah keduanya adalah orang yang punya kesalahan yang merugikan Gus Dur?