Jumat 01 Nov 2024 15:31 WIB

Kasus Supriyani Dinilai Timbulkan Efek Dilematis Bagi Guru

Supriyani yang merupakan guru honorer dituduh melakukan pemukulan terhadap siswa.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Qommarria Rostanti
Guru (Ilustrasi). Kasus penuntutan terhadap Supriyani juga dinilai menimbulkan efek dilematis bagi guru.
Foto: republika/mardiah
Guru (Ilustrasi). Kasus penuntutan terhadap Supriyani juga dinilai menimbulkan efek dilematis bagi guru.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Satriwan Salim, mengatakan penetapan Supriyani sebagai tersangka termasuk pada tindakan kriminalisasi terhadap guru. Menurut dia, upaya-upaya kriminalisasi terhadap guru tidak bisa dibiarkan dan perlu dilawan.

Supriyani yang merupakan guru honorer di SD Baito, Kabupaten Konawe, Sulawesi Selatan, dituduh melakukan pemukulan terhadap seorang siswa anak polisi. Supriyani sendiri telah membantah seluruh tuduhan kekerasan, dan menegaskan bahwa dia tidak pernah mendisiplinkan siswanya dengan cara kekerasan fisik.

Baca Juga

“Nah ini yang kami sebut sebagai upaya kriminalisasi. Upaya kriminalisasi inilah yang mesti dilawan oleh siapapun, khususnya para guru, termasuk oleh birokrat pendidikan di daerah,” kata Satriwan saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (31/10/2024).

Satriwan menjelaskan guru merupakan profesi terhormat yang bahkan dilindungi oleh Undang-Undang, yakni UU Guru dan Dosen Nomor 14 Tahun 2005. Undang-undang tersebut juga memuat beberapa jenis perlindungan terhadap guru ketika menjalankan proses ajar di sekolah.

Pertama, yaitu perlindungan hukum. Satriwan menjelaskan setiap guru berhak untuk tidak diintimidasi, tidak diperlakukan secara diskriminatif, serta tidak boleh diancam selama menjalankan proses mengajar. Kedua adalah perlindungan profesi. Lalu ketiga, adalah perlindungan atas keamanan dan keselamatan kerja. Terakhir, adalah perlindungan atas kekayaan intelektual.

“Jadi empat jenis perlindungan terhadap guru ini, ini yang harus dijadikan patokan oleh pihak-pihak kepolisian dalam menegakkan hukum atau pengadilan misalnya, apalagi oleh orang tua murid,” kata Satriwan.

Kasus penuntutan terhadap Supriyani juga dinilai menimbulkan efek dilematis bagi guru. Tidak sedikit guru yang menjadi khawatir ketika mencoba mendisiplinkan para peserta didiknya. Belakangan ini pun, muncul video-video parodi yang menunjukkan bagaimana guru mulai bersikap tidak peduli dengan kelakuan muridnya selama di sekolah.

Namun demikian, kata Satriwan, guru tidak semestinya menjadi takut atau khawatir ketika mencoba mendisiplinkan peserta didiknya. Sesuai dengan Undang-undang Guru dan Dosen, guru dapat mengadopsi pendisiplinan positif kepada siswa-siswi. Menurut Satriwan, pendisiplinan positif adalah sebuah strategi untuk mendisiplinkan anak tanpa kekerasan verbal maupun fisik, tetapi membangun kesadaran anak untuk patuh pada norma yang berlaku di masyarakat.

“Konsep disiplin positif ini harus benar-benar dipahami secara utuh oleh para guru. Karena saya pikir, konsep ini dapat menjadi pegangan untuk bagaimana guru memberikan pendisiplinan yang aman dan sesuai untuk anak didiknya,” kata Satriwan.

Ia mengatakan, pendisiplinan terhadap anak bukan hanya upaya yang dilakukan sepihak oleh guru, akan tetapi juga perlu dilakukan oleh orang tua murid di rumah. Karena bagaimanapun, orang tua memiliki tanggung jawab dalam pembentukan karakter dan kompetensi anak.

Seperti diberitakan sebelumnya, Supriyani yang merupakan pengajar di SDN 4 Barito, dituduh melakukan pemukulan terhadap siswa kelas 1 berinisial MC yang merupakan anak personel kepolisian. Supriyani bersikeras tidak pernah melakukan pemukulan terhadap MC. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement