Ahad 03 Nov 2024 18:54 WIB

Tanpa Ikhlas, Sia-Sia Segala Amal

Seorang Mukmin dianggap telah ikhlas apabila ia beramal karena Allah saja.

Kaligrafi lafaz Allah. Ikhlas berarti beramal hanya demi meraih ridha-Nya.
Foto: dok wiki
Kaligrafi lafaz Allah. Ikhlas berarti beramal hanya demi meraih ridha-Nya.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Syekh Abu Abdullah Musthafa al-‘Adawy dalam karyanya, Fikih Akhlak, menjelaskan perihal keikhlasan. Dalam bahasa Arab, kata ikhlash berakar dari khalasha yang berarti ‘jernih’ atau ‘suci dari campuran dan pencemaran.’

Dalam konteks amal ibadah, seseorang dianggap telah ikhlas apabila ia beramal karena Allah saja. Seorang yang ikhlas (mukhlis) akan menghindari pujian dan perhatian makhluk, serta membersihkan amal perbuatan yang dilakukannya dari setiap yang mencemarkan.

Baca Juga

Menurut al-‘Adawy, salah satu faktor kesuksesan dalam konsistensi akhlak ialah ikhlas. “Jika Anda memberi, maka berilah hanya karena Allah. Jika Anda mencintai, maka cintailah hanya karena Allah, dan jika Anda membenci, bencilah karena Allah,” tulisnya.

Allah menjanjikan balasan yang besar bagi mereka yang ikhlas menderma. “Orang yang menginfakkan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkan (dirinya), dan tidak ada seorang pun memberikan suatu nikmat padanya yang harus dibalasnya, tetapi (dia memberikan itu semata-mata) karena mencari keridhaan Tuhannya Yang Mahatinggi. Dan niscaya kelak ia akan mendapatkan kesenangan (yang sempurna)” (QS al-Lail: 18-21).

Sebaliknya, ancaman siksa yang besar dialamatkan kepada mereka yang tidak ikhlas. Ketidaktulusan itu tetap menjadi faktor pembeda di hadapan Allah. Walaupun seseorang semasa hidupnya dikenal sebagai Muslim yang berakhlak mulia, ganjaran surga belum tentu dapat diperolehnya selama jauh dari ridha Illahi.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement