REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Anggota DPR RI dari Partai Nasdem, Rachmat Gobel, mengatakan penggunaan produk dalam negeri merupakan bentuk rasa cinta Tanah Air, komitmen kebangsaan, dan wujud nasionalisme seseorang. “Jika ada pejabat yang tidak mengutamakan penggunaan produk dalam negeri dalam kebijakan di kementeriannya sebaiknya diganti saja,” katanya, Senin, (4/11/2024).
Hal itu ia paparkan menanggapi wacana rencana penggunaan kenadaraan dinas hasil produk dalam negeri untuk para menteri, wakil Menteri, dan pejabat setingkat eselon I. Gobel mengatakan, pemerintah telah memiliki regulasi tentang penggunaan produk dalam negeri melalui kebijakan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) minimal 40 persen. Namun hingga kini, regulasi tersebut tak benar-benar diwujudkan sehingga Indonesia justru mengalami deindustrialisasi. Anggota DPR dari daerah pemilihan Gorontalo tersebut menyatakan, Indonesia harus mencontoh apa yang dilakukan India dan China. “Kedua negara itu memanfaatkan pasarnya yang besar untuk benar-benar menguatkan industri dalam negerinya. Indonesia juga memiliki pasar yang cukup besar,” katanya.
Karena itu Gobel sangat sepakat jika ada pejabat yang lebih suka menggunakan produk impor untuk dicopot saja. “Dananya kan dari APBN, yang diambil dari pajak rakyat. Lha kok duitnya untuk negara lain? Ini di mana logikanya. Orang yang seperti ini tak memiliki nasionalisme dan tidak Pancasialis dan tidak mencintai rakyatnya sendiri,” katanya. Pejabat seperti itu, katanya, pasti sudah paham bahwa menggunakan produk dalam negeri berarti memberi makan pada rakyat karena membuka lapangan kerja serta menghidupkan industri dalam negeri.
Gobel mengatakan, pada tahun 2024 ini, APBN Indonesia senilai Rp 3.325 triliun. “Ini jumlah yang sangat mencukupi untuk menghidupkan industri dalam negeri,” katanya. Karena itu, ia mendorong agar program-program kementerian, BUMN, BUMD, lembaga pemerintah non kementerian, dan juga pemda-pemda wajib menggunakan produk dalam negeri.
Kewajiban penggunaan produk dalam negeri, kata Gobel, juga memberikan kepastian bagi investor asing maupun investor dalam negeri untuk berinvestasi di Indonesia. “Karena mereka jadi yakin dan percaya bahwa produknya akan diserap oleh pasar. Tentu saja harus disertai dengan menjaga mutunya, yang dalam hal ini sudah ada regulasi tentang Standar Nasional Indonesia (SNI). Semua regulasi soal ini sudah lengkap, tinggal diimplementasikan saja,” katanya.
Dengan tumbuh dan berkembangnya industri di dalam negeri, kata Gobel, juga akan berkorelasi langsung dengan tingkat penguasaan teknologi oleh anak bangsa. “Untuk menguasai teknologi itu bukan dengan berdiskusi saja, tapi juga dengan praktik. Teknologi itu harus direbut, bukan didiskusikan apalagi berharap belas kasih dari negara lain. Wujudnya ya melalui industrialisasi itu. Tanpa ada industri maka omong kosong soal penguasaan teknologi. Kita praktikkan, kita kuasai,” katanya.
Penguasaan teknologi oleh anak bangsa, kata Gobel, juga berarti meningkatnya kemampuan ketahanan nasional suatu bangsa. “Semua industri itu berdimensi ketahanan: industri alat berat, industri logam, industri elektronika, industri permesinan, industri otomotif, industri pesawat, industri robotik, industri telekomunikasi, industri digital, dan berbagai macam teknologi lainnya jika di masa damai itu berfungsi untuk kesejahteraan rakyat. Namun di masa perang, semua jenis industri itu bisa disulap menjadi industri pertahanan. Itu soal gampang. Namun tanpa ada semua industri tersebut, maka ketahanan nasional kita menjadi lebih rentan,” katanya.
Selain itu, kata Gobel, industrialisasi akan menciptakan lapangan kerja yang besar. “Jumlah penduduk Indonesia itu besar, jadi butuh lapangan kerja yang besar juga. Jika kita impor, itu artinya kita menciptakan lapangan kerja untuk negara lain. Padahal untuk impor tersebut duitnya dari rakyat kita,” katanya
“Jadi manfaatkan pasar dalam negeri yang besar ini untuk industrialisasi. Jangan sampai pasar yang besar tersebut dibanjiri oleh produk impor,” kata Gobel.
Pemihakan terhadap industri dalam negeri ini, kata Gobel, akan memperkuat ekonomi nasional, melejitkan pertumbuhan ekonomi, mengembalikan lagi jalur industrialisasi yang kini sedang mengalami deindustrialiasi, menyerap lapangan kerja yang besar, meningkatkan investasi, dan yang utama adalah berpihak pada daya kreasi, daya cipta, dan kepercayaan pada sumberdaya manusia bangsa sendiri.