Selasa 05 Nov 2024 06:30 WIB

Lima Praktik Pernikahan yang Dilarang Islam tetapi Tetap Sah Dilakukan

Para ulama menyampaikan keabsahan praktik nikah pada beberapa situasi ini tetap sah.

Rep: MgRol 153/ Red: A.Syalaby Ichsan
 Kesempuranaan dari unsur fiqih dalam pernikahan harus diutamakan. Lalu setelahnya kesempurnaan secara administrasi.
Foto: Dok Republika
Kesempuranaan dari unsur fiqih dalam pernikahan harus diutamakan. Lalu setelahnya kesempurnaan secara administrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam praktik pernikahan, Islam memberikan aturan-aturan yang mengatur berbagai aspek, mulai dari proses lamaran hingga perceraian. Terdapat sejumlah larangan terkait praktik-praktik pernikahan yang tidak sesuai syariat, yang meliputi pernikahan dengan wanita yang sudah dikhitbah, pemberian mahar, nikah muhallil, talak bid'iy, dan tindakan ‘adhl suami terhadap istri. 

Meski demikian, para ulama menyampaikan bahwa keabsahan akad nikah pada beberapa situasi ini tetap sah di sisi hukum, meskipun dilarang. Isnan Ansory dalam buku Dilarang tapi Sah memberikan penjelasan mengenai setiap praktik tersebut.

Baca Juga

Praktik Pernikahan yang Dilarang Islam tetapi Sah

1. Menikahi wanita yang sudah dikhitbah

Para ulama sepakat bahwa tidak diperbolehkan bagi seorang laki-laki untuk melamar wanita yang sudah dikhitbah oleh orang lain. Hal ini didasarkan pada hadis yang diriwayatkan dari Ibnu Umar ra: Rasulullah saw bersabda: “Janganlah seorang laki-laki mengkhitbah wanita yang sudah dikhitbah oleh saudaranya, kecuali bila saudaranya itu telah meninggalkannya atau memberinya izin.” (HR. Bukhari)

"Meski demikian, mayoritas ulama, seperti dari kalangan Hanafiyyah, Syafi’iyyah, dan Hanabilah, berpendapat bahwa pernikahan yang terjadi dengan wanita yang telah dikhitbah orang lain tetap sah." kata Isnan.

2. Mahar

Pemberian mahar dari calon suami kepada calon istri merupakan kewajiban yang disepakati oleh seluruh ulama, sebagaimana diperintahkan dalam Al-Quran (QS. An-Nisa: 4)

وَآتُوا النِّسَاءِ صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً فَإِن طِبْنَ لَكُمْ عَن شَيْءٍ مِّنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ هَنِيئًا مَّرِيئًا

Berikanlah maskawin kepada wanita sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah pemberian itu yang sedap lagi baik akibatnya. (QS. An-Nisa: 4)

Apabila seorang suami tidak menunaikan kewajiban ini, akad nikah tetap sah, walaupun suami menanggung dosa. Mahar bukanlah syarat sahnya pernikahan, melainkan kewajiban yang harus ditunaikan.

3. Nikah Muhallil

Nikah muhallil terjadi ketika seseorang menikahi seorang wanita yang telah ditalak tiga dengan tujuan agar dia dapat dinikahi kembali oleh suami pertamanya. Praktik ini diharamkan berdasarkan syariat Islam, meski terdapat perbedaan pandangan mengenai keabsahan akadnya. 

Mayoritas ulama, seperti Malikiyyah, Syafi’iyyah, dan Hanabilah, menyatakan bahwa nikah muhallil tidak sah. Namun, Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa pernikahan tersebut sah meskipun trik yang digunakan tetap tidak diperbolehkan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement