Rabu 06 Nov 2024 08:11 WIB

Ali bin Abi Thalib Larang Pengultusan Diri dan Fanatisme

Khalifah Ali menentang mereka yang fanatik buta dan mengultuskan dirinya.

Ali bin Abi Thalib
Foto: dok wiki
Ali bin Abi Thalib

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam sejarah Islam, konflik terbuka sesama Muslimin pasca-wafatnya Nabi Muhammad SAW muncul pada era khalifah Ali bin Abi Thalib. Bara pemicunya mencuat sejak Utsman bin Affan gugur akibat diserang gerombolan pemberontak.

Peristiwa terbunuhnya Utsman menjadi spiral yang menimbulkan masalah-masalah besar di kemudian hari. Ali berjuang ekstra keras untuk meneguhkan stabilitas politik di seluruh wilayah Islam.

Baca Juga

Ia mendapatkan pertentangan dari ‘Aisyah binti Abu Bakar dan, selanjutnya, Mu’awiyah bin Abi Sufyan. Ummul mukminin itu sangat terpukul dengan terbunuhnya Utsman sehingga menuntut agar pembunuh sang Dzun Nurrain segera diadili.

Sementara itu, Ali pun dalam posisi sulit.

Sepupu Nabi SAW itu sesungguhnya enggan diangkat menjadi amirul mukminin pasca-wafatnya Utsman. Namun, keadaannya dilematis. Kalaupun mundur, ia juga tidak bisa. Sebab, mayoritas Muslimin mendesaknya agar bersedia dibaiat demi situasi kondusif Madinah. Akhirnya, ia setuju memikul beban berat itu.

Ali menghadapi berturut-turut kubu 'Aisyah dan kubu Mu'awiyah dalam Perang Unta (656 M) dan Perang Shiffin (657 M). Dalam pertempuran yang pertama, Ali menang sehingga 'Aisyah dikawalnya pulang ke Madinah. Berbeda dengan palagan yang berikutnya.

Perang Shiffin berlangsung imbang di lapangan. Kedua belah pihak lalu menempuh perundingan secara arbitrase (tahkim). Cara itu sesungguhnya biasa dipakai pada zaman Jahiliyah.

Segolongan tentara Ali kemudian tidak setuju dengan hasil tahkim--padahal mereka sebelumnya sangat mendukung opsi tahkim. Orang-orang ini lantas meninggalkan kepemimpinan Ali dan membentuk kekuatan sendiri.

Kelompok inilah yang akhirnya terkenal dengan sebutan kaum Khawarij. Menurut Prof Harun Nasution dalam Islam Rasional: Gagasan dan Pemikiran (1995), nama khawarij berasal dari kata kharaja yang berarti ‘keluar'. Maknanya, mereka adalah yang telah keluar dari barisan Ali bin Abi Thalib.

Bahaya pengultusan diri

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement