REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Amerika Serikat (AS) baru saja menyelenggarakan pemungutan suara pemilihan presiden pada Selasa (5/11/2024) waktu setempat. Pengamat Timur Tengah dari Universitas Indonesia (UI) Yon Mahmudi menilai, dua kandidat dari Partai Republik dan Partai Demokrat yang bertarung tak akan bisa memberikan pembelaan terhadap bangsa Palestina.
Siapapun yang menang, baik Donald Trump atau Kamala Harris dinilai tidak akan memberikan dampak positif terhadap rakyat Palestina. Yon mengatakan, secara umum memang posisi Amerika Serikat sangat jelas terhadap Israel. Israel adalah sekutu utama di kawasan Timur Tengah, sehingga siapapun presiden yang terpilih tidak banyak memberikan pengaruh terhadap perbaikan nasib rakyat Palestina.
"Harris akan terus mempertahankan kebijakan AS terhadap Israel, sementara Trump mungkin saja melakukan terobosan karena sifatnya yang kadang sulit diprediksi dalam kebijakan," kata Yon kepada Republika, Rabu (6/11)
Artinya, ujar Yon, di tangan Trump bisa saja nasib Palestina akan memburuk atau sebaliknya menjadi semakin baik. Meski demikian, dia menegaskan, posisi Amerika Serikat selalu bersama Israel.
Yon menambahkan, memang tergantung posisi Trump apakah mendukung two states solusion atau tidak. Trump akan merealisasikan apa yang diyakini dalam setiap kebijakan yang akan diambil. Masalahnya hingga saat ini posisi Trump masih tetap tidak berubah bahwa two state solution tidak akan terwujud. "Tentu ini akan menjadi hambatan dalam menghentikan perang di Gaza jika Amerika Serikat dipimpin oleh Trump," ujar Yon.