Rabu 06 Nov 2024 11:22 WIB

Pakar Hukum Boris: Guru Supriyani tak Bisa Dipidana

Bila JPU tidak bisa dibuktikan mens rea-nya maka guru Supriyani tidak bisa dipidana.

Rep: Erik PP/Antara/ Red: Erik Purnama Putra
Praktisi hukum Boris Tampubolon.
Foto: Republika
Praktisi hukum Boris Tampubolon.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seorang guru asal Konawe Selatan (Konsel), Sulawesi Tenggara, Supriyani, harus menjalani persidangan karena diduga melakukan penganiayaan atau kekerasan terhadap muridnya di SD Negeri 4 Baito. Dia dijerat karena memukul paha salah satu murid dengan sapu ijuk pada 24 April 2024.

Tidak terima anaknya dipukul, orang tua murid yang kebetulan polisi melaporkan hal itu hingga kasus Supriyani berjalan sampai ke Pengadilan Negeri Andoolo, Konsel. Guru Supriyani pun membantah semua tuduhan tersebut.

Praktisi hukum Boris Tampubolon menjelaskan, dalam konteks hukum pidana, seseorang hanya bisa dihukum bila ada niat jahat (mens rea) dan actus reus (perbuatan). "Harus kedua-duanya. Tidak bisa hanya salah satu. Bisa saja seseorang itu melakukan perbuatan, tapi tidak ada niat jahatnya. Maka ia tidak bisa dipidana," kata Boris di Jakarta, Rabu (6/11/2024).

Dalam konteks guru, kata dia, bisa dilihat tugasnya dalam mendidik siswa/i. Jika sampai memukul murid apakah ada niat jahat. Karena itu, menurut Boris, di persidangan jaksa penuntut umum (JPU) harus membuktikannya. "Bila tidak bisa dibuktikan mens rea-nya maka guru Supriyani tidak bisa dipidana. Artinya hakim harus membebaskan Supriyani," ujar Boris.

Mahkamah Agung (MA) pernah membebaskan guru yang dituduh melakukan perbuatan tidak menyenangkan kepada muridnya karena guru tersebut memotong rambut muridnya yang panjang. Dalam Putusan Nomor 1554 K/Pid/2013, MA mempertimbangkan bahwa: "Di samping sebagai guru, terdakwa diberikan tugas untuk mendisiplinkan para siswa yang rambutnya sudah panjang atau gondrong, menatatertibkan para siswa."

Merujuk hal itu, kata Boris, apa yang yang dilakukan terdakwa adalah sudah menjadi tugasnya, dan bukan merupakan suatu tindak pidana. "Dan Terdakwa tidak dapat dijatuhi pidana atas perbuatan atas tindakannya tersebut, karena bertujuan untuk mendidik agar menjadi murid yang baik dan disiplin," ucapnya.

Dia menilai, niat guru adalah untuk mendisiplinkan dan mendidik agar murid menjadi baik dan disiplin. Sebab ada tugas guru untuk mendidik dan mendisiplinkan murid. "Begitu juga dengan niat Supriyani yang menyatakan hanya menegur murid yang bertingkah bandel," kata Boris.

Sebelumnya, majelis hakim PN Andoolo menolak eksepsi penasihat hukum guru honorer Supriyani, kemudian melanjutkan sidang pada pokok perkara pada sidang ketiga. Usia sidang beberapa waktu lalu, Hakim Ketua Andoolo Stevie Rosano menjelaskan, majelis hakim telah mempertimbangkan pokok keberatan penasihat hukum terdakwa, Andre Darmawan, mengenai penyidikan yang tidak sesuai dengan prosedur sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

"Kedua, penyidik telah melanggar kode etik profesi Polri sehingga hasil penyidikan tidak sah," kata Stevie Rosano. Atas eksepsi yang diajukan oleh penasihat hukum terdakwa, majelis hakim menilai jika ruang lingkup eksepsi telah diatur secara tegas di dalam Pasal 156 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement