Rabu 06 Nov 2024 16:12 WIB

OJK Tegaskan Kepastian Hukum Penghapusan Utang UMKM lewat Perpres 47 2024

Peraturan ini jadi solusi untuk membantu UMKM yang telah mengalami kesulitan keuangan

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Friska Yolandha
Presiden RI Prabowo Subianto, resmi menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 47 Tahun 2024 tentang Penghapusan Piutang Macet kepada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) pada Selasa.
Foto: Republika/Prayogi
Presiden RI Prabowo Subianto, resmi menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 47 Tahun 2024 tentang Penghapusan Piutang Macet kepada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) pada Selasa.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden RI Prabowo Subianto, resmi menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 47 Tahun 2024 tentang Penghapusan Piutang Macet kepada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) pada Selasa (5/11/2024) kemarin. Langkah ini diharapkan dapat meringankan beban pelaku UMKM yang terjerat utang macet di sektor-sektor penting seperti pertanian, perkebunan, peternakan, kelautan, hingga sektor kreatif seperti mode, kuliner, dan industri kreatif lainnya.

Peraturan ini menjadi solusi untuk membantu UMKM yang telah mengalami kesulitan keuangan, khususnya yang berhubungan dengan utang macet yang sudah berlangsung lebih dari 10 tahun. Nantinya, total nilai utang yang akan dihapuskan mencapai sekitar Rp 10 triliun, yang melibatkan lebih dari satu juta pelaku UMKM.

Baca Juga

Wakil Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mirza Adityaswara, menjelaskan, Perpres ini sangat penting sebagai implementasi dari Undang-Undang (UU) P2SK, yang memberikan dasar hukum bagi bank-bank milik negara (Himbara) untuk melakukan penghapusan tagihan utang UMKM.

Sebelumnya, meski bank swasta telah biasa melakukan penghapusan buku dan tagihan untuk kredit bermasalah, sementara bank-bank BUMN hanya bisa melakukan penghapusan buku piutang, bukan penghapusan tagihannya. Hal ini menyebabkan nama debitur yang utangnya dihapus tetap tercatat sebagai penunggak kredit.

“PP itu memang dibutuhkan karena satu memang perintah dari UU P2SK. Selama ini, bank swasta bisa lebih fleksibel dalam melakukan hapus buku dan tagih, namun bank BUMN perlu kepastian hukum untuk melakukan itu,” ungkap Mirza di Jakarta, Rabu (6/11/2024).

Dengan adanya aturan ini, maka bank BUMN mendapatkan kepastian hukum untuk melakukan penghapusan tagihan bagi UMKM yang terdampak, terutama yang sudah lama terjerat utang macet.

Namun, ia juga menyoroti potensi timbulnya moral hazard, di mana debitur yang sebelumnya lancar membayar kredit bisa saja meminta untuk dimasukkan dalam kategori utang macet agar mendapatkan penghapusan.

Oleh karena itu, penghapusan utang ini hanya berlaku untuk jumlah kredit yang kecil, terutama yang diberikan kepada petani, nelayan, atau pelaku UMKM yang memiliki utang mikro. “Jumlahnya memang untuk yang kecil-kecil saja, karena ini untuk UMKM yang memang kesulitan dan untuk petani nelayan, bahkan bisa jadi pinjaman mikro,” tambahnya.

Adanya ketentuan itu juga untuk memastikan kebijakan ini tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak yang seharusnya tidak membutuhkan penghapusan utang. Selain itu, penghapusan ini juga hanya berlaku untuk pinjaman yang sudah berlangsung lama, yaitu utang yang muncul sejak tahun 2014 atau sebelumnya.

Kebijakan ini juga akan lebih difokuskan pada utang yang sudah lama tidak terbayar dan tidak lagi bisa dibayar oleh pelaku UMKM karena berbagai faktor, termasuk bencana alam dan pandemi Covid-19 yang sempat mempengaruhi kondisi perekonomian masyarakat.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement