Rabu 06 Nov 2024 19:17 WIB

Pertamina Hormati Proses Hukum oleh Bareskrim Polri Terhadap Direktur Umum 2012-2014

Pembelian lahan tersebut dikatakan merugikan keuangan negara setotal Rp 348,6 miliar.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Mas Alamil Huda
Foto: Kantor Pusat Pertamina. Bareskrim Mabes Polri mengumumkan Direktur Umum PT Pertamina 2012-2014 inisial LBD sebagai tersangka korupsi, Rabu (6/11/2023).
Foto: Nunu/Republika
Foto: Kantor Pusat Pertamina. Bareskrim Mabes Polri mengumumkan Direktur Umum PT Pertamina 2012-2014 inisial LBD sebagai tersangka korupsi, Rabu (6/11/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Bareskrim Mabes Polri mengumumkan Direktur Umum PT Pertamina 2012-2014 inisial LBD sebagai tersangka korupsi, Rabu (6/11/2024). Status tersangka tersebut terkait dengan penyidikan dugaan korupsi dalam pembelian lahan seluas 48.279 meter persegi atau 4,8 hektare (ha) di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan (Jaksel) pada 2013.

 

Baca Juga

VP Corporate Communication Pertamina, Fadjar Djoko Santoso mengatakan, terkait penetapan status hukum mantan direksi Pertamina oleh Bareskrim Polri, Pertamina menghormati proses hukum yang sedang berjalan di Bareskrim Polri. Pertamina berharap proses hukum dapat berjalan sesuai aturan berlaku dengan tetap mengedepankan azas hukum praduga tak bersalah.

"Dalam menjalankan operasional perusahaan, Pertamina senantiasa berkomitmen untuk mengelola bisnis dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas sesuai dengan Good Corporate Governance (GCG)," kata Fadjar, Rabu (6/11/2024).

Inisial LBD dalam jabatan tersebut mengacu pada nama Luhur Budi Djatmiko. Penyidik Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dittpikor) Bareskrim menguatkan adanya dugaan mark-up dalam pembelian lahan tersebut yang dikatakan merugikan keuangan negara setotal Rp 348,6 miliar.

“Pada hari Selasa, tanggal 5 November 2024, penyidik Dittipidkor Bareskrim Polri telah menetapkan LBD, selaku Direktur Umum PT Pertamina 2012-2014 sebaga tersangka dalam perkara tindak pidana korupsi terkait pembelian tanah oleh PT Pertamina di Jakarta Selatan,” begitu kata Wakil Dirtipidkor Bareskrim Polri Komisaris Besar (Kombes) Arief Adhiarsa dalam siaran pers yang diterima wartawan di Jakarta, Rabu (6/11/2024).

Kombes Arief menerangkan, dari hasil penyidikan diketahui kasus dugaan korupsi pembelian lahan oleh PT Pertamina itu, berawal dari penyusunan anggaran Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) PT Pertamina 2013 senilai Rp 2,07 triliun. Dalam RKAP tersebut, diperuntukan untuk kegiatan pembelian tanah yang berada di kawasan Rasuna Epicentrum di Kuningan, Jaksel.

Pembelian lahan di lokasi tersebut, mulanya untuk pembangunan Gedung Pertamina Energy Tower (PET), sekaligus untuk perkantoran PT Pertamina beserta anak-anak perusahaannya. Disebutkan pada Juni 2013 sampai Februari 2024 PT Pertamina melakukan proses pembelian lahan sebanyak 4 lot di lokasi yang sudah ditentukan itu. Yaitu terdiri dari 23 bidang tanah, dengan total luas 48.279 meter persegi milik PT SP dan PT BSU.

Disebutkan harga per meter pembelian lahan tersebut senilai Rp 35 juta per meter persegi. Harga tersebut, dikatakan di luar pajak dan jasa notaris dan PPAT yang totalnya mencapai Rp 1,68 triliun. Namun dari hasil penyidikan, kata Kombes Arief, diketahui adanya penggelembungan harga yang mengakibatkan kerugian negara.

“Dari rangkaian proses pekerjaan tersebut, mengakibatkan terjadinya kerugian keuangan negara sebesar Rp 348,6 miliar yang didasari kepada telah terjadinya pemahalan harga atau pengeluaran yang lebih besar dari seharusnya, dan pengeluaran atau pembayaran yang tidak seharusnya,” ujar Kombes Arief.

Dari penyidikan diketahui, adanya aset berupa jalan milik Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta seluas 2.553 meter persegi yang menjadi bagian dari lahan pembelian PT Pertamina tersebut.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement