REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Laporan yang diterbitkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyebutkan, sepanjang 2015 sampai September 2017, ada setotal 1,69 juta ton gula yang perizinan importasinya bermasalah, dan melanggar aturan.
Dalam laporan yang diterbitkan Maret 2018, BPK menyebutkan sepanjang 2015 sampai September 2017, ada setotal 1,69 juta ton gula yang perizinan importasinya bermasalah, dan melanggar aturan. Meskipun disebutkan oleh BPK, penerbitan izin impor gula oleh Kemendag tersebut dilakukan untuk menjaga ketersediaan, dan stabilitas harga. Namun dikatakan dilakukan tanpa mematuhi perundang-undangan.
“Penerbitan persetujuan impor gula dalam rangka menjaga ketersediaan dan stabilitas harga Gula Kristal Putih (GKP) tahun 2015 sampai dengan semester-I tahun 2017 sebanyak 1,69 juta ton tidak melalui koordinasi,” begitu dalam ringkasan eksekutif BPK.
Merujuk dari laporan BPK, masalah impor gula oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag) tak hanya terjadi pada era Menteri Perdagangan (Mendag) 2015-2016 Thomas Trikasih Lembong (TTL) atau yang dikenal sebagai Tom Lembong. Dari laporan hasil pemeriksaan BPK beragam temuan atas permasalahan impor komoditas manis tersebut, juga tejadi sampai September 2017.
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung Harli Siregar mengatakan, meskipun dalam surat perintah penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) menebalkan periode pengusutannya sampai pada impor gula 2023, akan tetapi pengusutan sementara hanya sampai pada era Tom Lembong.
“Perbuatannya (pemberian izin impor gula), kan itu sudah disampaikan di tahun 2015 sampai 2016. Penyidikannya dilakukan sampai 2023,” kata Harli.
Dijelaskannya, penyidikan di Jampidsus, tak bisa mencampur proses penyidikan pada masing-masing periode dalam masalah impor gula tersebut. Termasuk kata Harli, tim penyidikan di Jampidsus, yang sementara ini, belum mengarahkan pengusutannya sampai pada peran perusahaan-perusahaan importir gula, yang mendapatkan keuntungan dari perizinan yang menyalahi kewenangan itu.
“Bahwa kita, fokusnya terhadap penanganan perkara yang sekarang ini sedang bergulir (periode Tom Lembong). Jadi nggak bisa dicampur-campur adukkan, satu (kebijakan impor), dengan dua, dengan tiga. Penyidikannya malah nanti tidak fokus, dan tidak efektif,” kata Harli.
Ketika ditanya dengan periodeisasi penyidikan sampai para periode 2023, apakah penyidik bakal turut memeriksa menteri-menteri sepanjang masa tersebut? Harli mengatakan, permintaan keterangan terhadap para pemangku kebijakan impor gula itu, tergantung dari keperluan penyidik.
“Jika nantinya dibutukan, ya tentunya keterangan-leterangan dari siapapun yang bisa membuat terang satu tindak pidana, itu tetap harus dilakukan,” kata Harli.
Termasuk, kata dia, dengan kebutuhan tim penyidik Jampidsus, dalam memeriksa delapan pihak swasta, yang melakukan impor gula dari penerbitan izin impor terbitan Tom Lembong, pada 2015-2016 tersebut. “Nanti kita tunggu saja, apakah termasuk perusahaan-perusahaan itu yang terkait, semua akan didalami dan dikaji oleh penyidik,” ujar Harli.
Pengusutan korupsi dalam pemberian izin impor gula oleh Kemendag sementara ini sudah menetapkan dua orang sebagai tersangka. Yaitu, Tom Lembong yang dijerat tersangka terkait perannya sebagai mendag pada periode 2015-2016. Dan Charles Sitorus (CS) yang ditetapkan tersangka atas perannya sebagai direktur pengembangan bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI).
Keduanya, sejak diumumkan tersangka pada Selasa (29/10/2024) lalu, langsung dijebloskan ke sel tahanan. Kedua tersangka, dijerat dengan sangkaan Pasal 2, dan Pasal 3, juncto Pasal 18 UU Tipikor, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana. Peran keduanya dalam perkara korupsi impor gula ini berbeda, namun saling bertalian.
Disebutkan Tom menyalahi kewenangan, dan jabatan lantaran menerbitkan izin impor gula sebanyak 105 ribu ton pada 2015. Pada saat itu, pemerintah tak mengizinkan adanya impor gula karena kondisi komoditas manis di dalam negeri sedang surplus.
Penerbitan izin impor gula itu berujung pada delapan perusahaan yang tak sesuai klasifikasi serta persyaratan melakukan impor gula kristal mentah untuk diolah menjadi gula kristal putih konsumsi. Para importir tersebut adalah, PT PDSU, PT AF, PT AP, PT MT, PT BMM, PT SUJ, PT DSI, dan PT MSI. Dan masalah tersebut, dikatakan penyidik merugikan keuangan negara Rp.400 miliar.