Kamis 07 Nov 2024 14:44 WIB

Akhir Hayat Malcolm X

Malcolm X gugur usai ditembak seorang perusuh di Aula Audubon.

Malcolm X
Foto: Malcomx.com
Malcolm X

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada 21 Februari 1965, sebuah kericuhan berdarah terjadi di Aula Audubon, sekitaran Manhattan, Kota New York, Amerika Serikat (AS). Peristiwa pada musim dingin itu berujung malapetaka bagi Malcolm X, seorang Muslim pejuang kesetaraan rasial.

Awalnya, pria yang lahir dengan nama Malcolm Little itu hendak berpidato. Di aula tersebut, ratusan orang sudah siap menyimak orasinya.

Baca Juga

Pendiri Organisasi Persatuan Afro-Amerika (OAAU) itu lantas naik ke atas panggung. Seperti biasa, lelaki bersorot mata tajam ini tampak penuh wibawa.

Sembari tangannya memegang mikrofon, ia pun mengucapkan salam kepada hadirin, "Assalamualaikum!"

Belum tuntas memberikan kata sambutan, dirinya dikejutkan oleh keributan di baris bangku kedelapan dari depan. Seseorang berteriak kepadanya, "Hai Negro, keluarkan tanganmu dari sakumu!"

Malcolm berusaha untuk tidak terpancing emosi. Beberapa petugas mencoba menenangkan segelintir perusuh.

Tiba-tiba seorang pria mendekati panggung dan menodongkan senapan sebar (shotgun) berlaras pendek ke hadapan Malcolm. Seketika, beberapa peluru ditembakkan dan menerjang sang orator. Dua orang lagi datang dan menembak dengan pistol.

Tubuh aktivis berusia 39 tahun itu tersungkur di atas panggung. Orang-orang berhamburan keluar dari Aula Audubon.

Namun, tak sedikit yang berupaya meringkus tiga penembak. Seorang dari mereka babak belur dihajar massa.

Belakangan, pelaku penambakan teridentifikasi bernama Thomas Hagan alias Talmadge Hayer. Menurut keterangan sejumlah saksi mata, dua pelaku lainnya di tempat kejadian perkara ialah Norman 3X Butler alias Muhammad Abdul Aziz dan Thomas 15X Johnson. Ketiganya kala itu merupakan anggota Nation of Islam (NOI), organisasi yang ditinggalkan Malcolm X sebelumnya.

photo
Malcolm X - (tangkapan layar dari wikipedia.org)

Malcolm sempat dilarikan ke rumah sakit, tetapi nyawanya tak terselamatkan. Pada pukul 15.30 waktu setempat, para dokter mengumumkan bahwa el-Hajj Malik el-Shabazz--demikian namanya sesudah berhaji--meninggal dunia.

Hasil autopsi beberapa hari kemudian menunjukkan, ada sebanyak 21 tembakan melukai dada, bahu kiri, serta lengan dan kakinya.

Dua hari sebelum wafat, Malcolm mengungkapkan kecurigaannya terhadap NOI. Sebagai catatan, ia sempat cukup lama menjadi anggota organisasi itu sebelum akhirnya keluar pada 8 Maret 1964.

Menurut jurnalis Gordon Parks, suami Betty Shabazz itu pernah mengatakan bahwa NOI telah berkali-kali merencanakan pembunuhan terhadapnya. Apalagi, sesudah dirinya mengkritik sang pemimpin NOI, Elijah Muhammad.

Pemakaman jenazah Malcolm X di Kompleks Ferncliff, New York, dihadiri puluhan ribu pelayat. Sejumlah stasiun televisi lokal menyiarkannya secara langsung. Banyak tokoh aktivis kesetaraan rasial menyatakan belasungkawa atas kepergian Muslim tersebut. Di antaranya adalah John Lewis, Bayard Rustin, James Forman, James Farmer, Jesse Gray, dan Andrew Young.

Martin Luther King Jr berkirim surat kepada Betty untuk menyatakan dukanya, "Meskipun antara kami berdua tidak selalu sepakat dalam melihat persoalan rasial di negeri ini (Amerika Serikat), saya selalu mempunyai simpati yang mendalam untuk Malcolm. Dia memiliki kemampuan yang hebat dalam mengungkapkan akar masalah (rasialisme)," tulis aktivis beragama Nasrani ini.

Menyisakan 'misteri'

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement