REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gagasan Said Hawwa tentang keteguhan jiwa (nafs) dapat dikatakan lebih dikenal luas. Karyanya, Tarbiyatuna ar-Ruhiyah, mengeksplorasi lebih jauh pemikiran Imam Ghazali tentang jiwa.
Menurut dia, jiwa manusia dapat dibagi dalam tiga keadaan, yakni annafs al-muthma'innah, an-nafs al-lawwamah, dan an-nafs la'ammarat bissu'. Penjelasan keadaan pertama dapat merujuk pada Alquran surah al-Fajr ayat 27-30.
يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ ارْجِعِي إِلَىٰ رَبِّكِ رَاضِيَةً مَرْضِيَّةً فَادْخُلِي فِي عِبَادِي وَادْخُلِي جَنَّتِي
"Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku Masuklah ke dalam surga-Ku."
Jiwa yang tenang (an-nafs al-muthma'innah) bertujuan pada ridha Allah SWT melalui keikutsertaannya pada golongan kebaikan. Bila menjauh dari golongan ini, (jiwa) seseorang akan merasa resah.
Sementara itu, keadaan yang kedua yakni jiwa yang amat menyesali diri sendiri (an-nafs al-lawwamah)—seperti diilustrasikan dalam surah al-Qiyamah ayat kedua.
وَلَا أُقْسِمُ بِالنَّفْسِ اللَّوَّامَةِ "Dan aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri)."
Munculnya keadaan ini yakni ketika seseorang rentan terhadap hawa nafsu sehingga lalai dari perintah Tuhan-nya.