Jumat 08 Nov 2024 18:30 WIB

Status Minoritas Universitas Aligarh Jadi Polemik di India

Universitas Aligarh merupakan perguruan tinggi tua yang melahirkan banyak cendekiawan

Rep: Fuji Eka Permana/ Red: Erdy Nasrul
Kampus Universitas Aligarh, India.
Foto: Anadolu Agency
Kampus Universitas Aligarh, India.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI -- Mahkamah Agung dijadwalkan akan mengumumkan pada Jumat, 8 November 2024 keputusannya atas sejumlah petisi yang mencari status minoritas untuk Universitas Muslim Aligarh (AMU).

Sebuah bangku Konstitusi yang terdiri dari Ketua Mahkamah Agung India, DY Chandrachud dan Hakim Sanjiv Khanna, Surya Kant, JB Pardiwala, Dipankar Datta, Manoj Misra dan Satish Chandra Sharma pada tanggal 1 Februari telah menyelesaikan persidangan setelah delapan hari sidang maraton.

Baca Juga

Mewakili AMU, advokat senior Rajeev Dhavan membuat pengajuan mengenai perwakilan Muslim dalam manajemen AMU termasuk dalam dewan akademisnya, dikutip dari laman Deccan Herald, Jumat (8/11).

Advokat senior Kapil Sibal untuk Asosiasi Putra Tua AMU menyatakan bahwa tidak relevan untuk mempertimbangkan berapa banyak Muslim yang ada di badan eksekutif dan akademis AMU, ketika memutuskan status minoritas lembaga tersebut.

Dia mengklaim bahwa struktur sekuler negara tidak dapat dibuang dengan menentang status minoritas AMU.

Sibal berpendapat bahwa salah untuk menyatakan Muslim atau Kristen harus menjalankan sebuah lembaga agar dapat dianggap sebagai lembaga minoritas.

Selama persidangan, majelis hakim mengamati bahwa amandemen 1981 terhadap Undang-Undang AMU (yang memulihkan status minoritasnya setelah putusan Azeez Basha 1967) tidak mengembalikan posisi yang berlaku sebelum amandemen 1951 (yang ditegakkan dalam kasus Azeez Basha).

“Amandemen (1981) membawa suara Muslim ke dalam AMU namun tidak berhasil mengembalikannya ke Undang-Undang sebelum tahun 1951 atau ke Undang-Undang tahun 1920,” ujar anggota parlemen tersebut.

Fraksi tersebut mengatakan bahwa hal ini tampaknya merupakan pekerjaan yang setengah hati, bahkan oleh Parlemen, karena mereka memiliki kekuatan untuk melakukannya.

Sibal mengatakan bahwa pendiri AMU dan semua orang tidak memikirkan hal ini dalam arti hukum dan mereka sangat jelas bahwa pengawasan pemerintah mungkin ada di sana tetapi tidak ada kontrol pemerintah.

Dia lebih lanjut berpendapat bahwa klaim mengenai para pendiri bahwa mereka setia kepada Inggris tidak melemahkan aspek ini.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement