Ahad 10 Nov 2024 18:38 WIB

500 Cendekiawan Desak Israel Didepak dari PBB

Israel dinilai terlalu banyak melakukan pelanggaran resolusi dan piagam PBB.

Sidang Umum PBB terkait rencana pemisahan Palestina yang melahirkan Resolusi 181 pada November 1947.
Foto: Public Domains
Sidang Umum PBB terkait rencana pemisahan Palestina yang melahirkan Resolusi 181 pada November 1947.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK – Lebih dari 500 cendekiawan dan praktisi hukum internasional, hubungan internasional, studi konflik, politik dan studi genosida telah meminta Majelis Umum PBB dan negara-negara anggotanya untuk mendepak Israel dari majelis tersebut. Ini menguatkan seruan pendepakan Israel dari PBB oleh sejumlah pihak belakangan.

Majelis Umum PBB menangguhkan apartheid di Afrika Selatan pada 1974 hingga negara tersebut melakukan transisi menuju demokrasi. Para ahli berpendapat bahwa ada alasan yang lebih kuat untuk menangguhkan Israel, mengingat sikap Israel yang terus-menerus mengabaikan hukum internasional selama lebih dari tujuh dekade, termasuk pelanggaran terhadap Piagam PBB, resolusi Dewan Keamanan, dan perintah Mahkamah Internasional (ICJ).

Baca Juga

Dalam surat bersama yang dibagikan kepada Middle East Eye, para penandatangan mencantumkan berbagai tindakan yang dilakukan oleh negara Israel sejak berdirinya pada 1948 yang melanggar hukum internasional. Surat itu mengatakan bahwa Israel telah “menunjukkan penghinaan” terhadap resolusi Majelis Umum sepanjang sejarahnya. 

Hal ini termasuk pelanggaran Israel terhadap Resolusi 194 (III) (1948), yang mengabadikan hak warga Palestina untuk kembali, dan Resolusi 181 (II) (1947), yang mengabadikan kedaulatan negara Palestina. Kedua resolusi tersebut dipandang sebagai syarat diterimanya Israel di PBB, berdasarkan Resolusi 273 (III) (1949).

Selain itu, Israel secara konsisten telah melanggar resolusi Dewan Keamanan PBB yang mengikat secara hukum, termasuk resolusi terkait Gaza sejak 7 Oktober 2023. Hal ini menambah daftar resolusi Dewan Keamanan yang telah dilanggar Israel selama beberapa dekade, terutama terkait dengan pendudukan ilegal mereka atas wilayah Palestina.

Penolakan terhadap resolusi Dewan Keamanan jelas merupakan pelanggaran terhadap Pasal 25 Piagam PBB, yang mengharuskan dikeluarkannya dari PBB, kata para pakar. Berdasarkan Pasal 6 Piagam PBB, Majelis Umum mempunyai wewenang untuk mengeluarkan negara anggota PBB atas rekomendasi Dewan Keamanan, jika negara tersebut "terus-menerus melanggar" prinsip-prinsip yang tercantum dalam piagam tersebut.

photo
Israel melawan PBB - (Republika)

Para sarjana juga menambahkan bahwa Israel juga telah mengabaikan pendapat hukum resmi yang dikeluarkan ICJ, dimulai dengan pendapat penasihat pada tahun 2004 yang menyerukan Israel untuk menghormati hak rakyat Palestina untuk menentukan nasib sendiri, dan pendapat lainnya pada bulan Juli 2024 yang menegaskan ilegalnya pendudukan dan aneksasi di Tanah Palestina.

“Kasus hukum untuk mengeluarkan Israel dari Majelis Umum bahkan lebih kuat dibandingkan dengan yang terjadi di Afrika Selatan,” kata Maryam Jamshidi, seorang profesor hukum di universitas Colorado yang merupakan salah satu penandatangan surat tersebut. 

“Israel tidak hanya melanggar hak untuk atas penentuan nasib sendiri rakyat Palestina selama beberapa dekade, termasuk melalui tindakan kejahatan apartheid, Mahkamah Internasional juga telah memperjelas bahwa Majelis Umum dan negara-negara anggotanya harus mengatasi pelanggaran-pelanggaran tersebut,” katanya kepada Middle East Eye.

Selain melanggar kewajiban hukum internasional, Israel juga dituduh melanggar perlindungan yang diberikan kepada badan-badan PBB dan penjaga perdamaian.  Hal ini termasuk melarang organisasi bantuan PBB untuk Palestina (UNRWA) dan membunuh anggota stafnya di Gaza; serangan terhadap pasukan penjaga perdamaian PBB di Lebanon; menyatakan Sekretaris Jenderal PBB persona non grata, dan melarang pelapor khusus PBB memasuki wilayah Palestina yang diduduki sejak 2008. 

Sistem hukum internasional dipertaruhkan...

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement