REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Merupakan sunnatullah bahwa segala sesuatu selalu bermula dari yang kecil. Tidak ada dalam sejarah sesuatu bisa muncul menjadi besar tanpa diawali dari yang kecil.
Bangunan yang kokoh tidak mungkin berdiri megah jika tidak didukung oleh fondasi, pasir, batu, dan semen yang cukup. Demikian pula dalam satu negara. Negara tidak akan menjadi baik jika lingkungan terkecil penyusun negara, yakni keluarga, juga tidak baik.
Keluarga, menurut pandangan Islam, tidak hanya sebagai tempat berkumpulnya suami, istri, dan anak. Tetapi lebih dari itu, keluarga memiliki fungsi dan peranan yang penting dalam menentukan nasib suatu bangsa. Secara khusus Allah mengingatkan kepada kita dalam firman-Nya, "Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu ..." (QS at-Tahrim: 6).
Allah SWT juga menegaskan kerugian terbesar pada hari kiamat nanti adalah ketika kita kehilangan keluarga yang kita sayangi. Perhatikan firman Allah, yang artinya, "Dan kamu akan melihat mereka dihadapkan ke neraka dalam keadaan tunduk karena hina, mereka melihat dengan pandangan yang lesu. Dan orang-orang yang beriman berkata, 'Sesungguhnya orang-orang yang merugi ialah orang-orang yang kehilangan diri mereka sendiri dan keluarga mereka pada hari kiamat. Ingatlah, sesungguhnya orang-orang yang zalim itu berada dalam azab yang kekal'" (QS asy-Syura: 45).
Karena itu, perbaikan keluarga menjadi keharusan ketika kita hendak memperbaiki negara. Langkah pertama dalam memperbaiki kualitas keluarga adalah dengan menanamkan nilai-nilai ketauhidan dan melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari. Ini pula yang dilakukan dan dicontohkan oleh para rasul dan nabi kepada keluarga, anak, dan istrinya.
"Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya'qub, 'Hai anak-anakku, sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam'" (QS a-Baqarah: 132).
Demikian pula dengan apa yang dicontohkan Luqman kepada anaknya. "Dan ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran, 'Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan adalah benar-benar kezaliman yang besar'" (QS Luqman: 13).
Langkah kedua dengan menanamkan kebiasaan saling menasihati. Saling memberikan nasihat selain sebagai bagian dari hak seorang Muslim terhadap Muslim lainnya juga merupakan salah satu perilaku orang beriman.
Dengan membudayakan saling memberi nasihat, maka keluarga kita akan selalu terjaga dari kemaksiatan dan kemunkaran serta akan terbina hubungan yang harmonis dan sakinah.
Kemudian langkah ketiga dengan memperbanyak doa serta memohon kebaikan dan keberkahan dalam keluarga. Allah memberikan teladan melalui doa Ibadurrahman, "Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati, dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa" (QS 25: 74).