Selasa 12 Nov 2024 16:25 WIB

Rupiah Terancam Kebijakan Trump 

Trump akan mempertahankan suku bunga tinggi dalam jangka panjang.

Rep: Eva Rianti/ Red: Satria K Yudha
Petugas menunjukkan uang dolar AS di Money Changer, Jakarta, Rabu (17/4/2024).
Foto: Republika/Thoudy Badai
Petugas menunjukkan uang dolar AS di Money Changer, Jakarta, Rabu (17/4/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Nilai tukar mata uang rupiah mengalami pelemahan pada Selasa (12/11/2024), terimbas faktor eksternal dari Amerika Serikat (AS) soal kebijakan-kebijakan yang bakal dijalankan presiden terpilih AS, Donald Trump.

Mengutip Bloomberg, rupiah melemah 92 poin atau 0,59 persen menuju level Rp 15.781,5 per dolar AS pada penutupan perdagangan Selasa (12/11/2024). Pada perdagangan sebelumnya, rupiah juga mencatakan pelemahan menuju level Rp 15.689,5 per dolar AS.

Baca Juga

“Pasar bertaruh bahwa kebijakan inflasi di bawah Trump akan mempertahankan suku bunga tinggi dalam jangka panjang. Dolar melesat ke level tertinggi empat bulan minggu ini, sementara imbal hasil Treasury juga bergerak naik. Sikap proteksionis Trump terhadap perdagangan dan imigrasi diperkirakan akan menjadi faktor inflasi yang lebih tinggi,” kata Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi dalam keterangannya, Selasa (12/11/2024).

Ibrahim menyebut, fokus pasar pada pekan ini adalah pada data inflasi indeks harga konsumen AS yang utama, yang diperkirakan akan menunjukkan inflasi tetap stabil pada Oktober. Hal itu juga kemungkinan akan menjadi faktor ekspektasi terhadap suku bunga. 

“Di luar pembacaan inflasi, sejumlah pejabat Federal Reserve juga akan berpidato minggu ini, memberikan lebih banyak isyarat tentang kebijakan setelah bank sentral memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin minggu lalu,” ujarnya. 

Para pedagang terlihat memperkirakan peluang 66,7 persen untuk pemangkasan 25 bps lagi pada Desember, dan peluang 33,3 persen suku bunga akan tetap tidak berubah, CME Fedwatch menunjukkan. 

Selain sejumlah sentimen eksternal yang memengaruhi pelemahan Mata Uang Garuda, faktor dalam negeri juga memberi dampak. Terutama mengenai proyeksi pelambatan pertumbuhan penjualan ritel pada Oktober 2024. 

“Kinerja penjualan eceran pada Oktober 2024 diperkirakan mengalami penurunan. Hal ini tercermin dari Indeks Penjualan Riil (IPR) Oktober 2024 yang diprakirakan mencapai 209,5 atau tumbuh melambat sebesar 1,0 persen (yoy). Namun, jika dilihat secara bulanan, IPR Oktober mengalami kontraksi 0,5 persen (mtm). Adapun, IPR Oktober 2024 ini lebih rendah dari IPR bulan September lalu yang mencapai 210,6,” ujar dia. 

Bank Indonesia mengeklaim kinerja penjualan eceran membaik secara bulanan, meski mengalami kontraksi. BI mengatakan kinerja penjualan eceran pada Oktober tersebut ditopang oleh peningkatan penjualan kelompok barang budaya dan rekreasi, suku cadang dan aksesori, serta subkelompok sandang.

Namun dari sisi harga, tekanan inflasi tiga dan enam bulan yang akan datang, yaitu pada Desember 2024 (Natal dan Tahun Baru) dan Maret 2025 (bulan Ramadhan ) diperkirakan meningkat. Hal ini tecermin dari Indeks Ekspektasi Harga Umum (IEH) Desember 2024 dan Maret 2025 yang masing-masing tercatat sebesar 152,6 dan 169,4, lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya yang tercatat sebesar 134,3 dan 155,9.

Berdasarkan analisis Ibrahmi mengenai sentimen eksternal dan internal yang berdampak pada rupiah, ia memprediksi rupiah masih melanjutkan pelemahan. 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement